MAKALAH
IBADAH,AKHLAK,DAN MUAMALAH UNTUK
MENCIPTAKAN PRIBADI BERKUALITAS,KELUARGA SAKINAH,DAN MASYARAKAT UMUM
Untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah ibadah,akhlak,dan muamalah
Yang diampu oleh
Junaidi,M.Ag
Pada program
studi pendidikan bahasa inggris
Disusun oleh:
Yunida Nindiya
Tatu Maysaroh
Desi Aryanti
Widyawati
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMADIYAH
KOTABUMI-LAMPUNG
JULI
2017
Dengan mengucapkan puji dan
syukur kepada Allah SWT,yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
kami , sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul
“Ibadah,Akhlak,dan Muamalah Untuk Menciptakan Keluarga Berkualitas,Keluarga
Sakinah,dan Masyrakat Umum”.
Makalah ini disusun dengan
harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Dan semoga selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
teman-teman sekalian.
Kotabumi,Juli
2017
Penulis
BAB
I
Kehadiran agama Islam yang dibawa
Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan
manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis,
tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan
progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual,
senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap
positif lainnya.Menurut Fazlur Rahman secara eksplisit dasar ajaran Alquran
adalah moral yang memancarkan titik beratnya pada monoteisme dan keadilan
social, dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang ibadah yang penuh dengan
muatan peningkatan keimanan, ketaqwaan yang diwujudkan dalam akhlak yang mulia.
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh
kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai manfaatnya, semakin penting ilmu
tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang mengenalkan
kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT
adalah orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari pada
orang yang tidak mengenal penciptanya.
Allah menciptakan manusia dengan
seindah-indahnya dan selengkap- lengkapnya bentuk dibanding dengan
makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para
Rasul-Nya (menurut hadis yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi
sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang sebenarnya hanya Allah saja yang
mengetahuinya), semuanya menyerukan kepada tauhid (diriwayatkan oleh Al Bukhari
dalam At Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad dalam Al Musnad 5/178-179). Sementara
dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313
(diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani dalam Al
Mu’jamul Kabir 8/139) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta
melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Orang yang menerima disebut mukmin,
orang yang menolaknya disebut kafir serta orang yang ragu-ragu disebut munafik
yang merupakan bagian dari kekafiran.
Berdasarkan latar
belakang diatas kami merumuskan beberapa masalah yaitu diantaranya:
1. Apa Pengertian Ibadah,
Muamalah dan akhlak?
2. Bagaimana menciptakan
pribadi berkualitas?
3. Pengertian keluarga sakinah?
4. Apa karakteristik keluarga
sakinah?
5. Apa tujuan dan manfaat
keluarga sakinah?
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud Ibadah,
Muamalah dan akhlak
2.
Untuk mengetahui pribadi berkualitas
3.
Untuk mengerti pengertian keluarga sakinah
4.
Untuk mengetahui karakteristik keluarga sakinah
5.
Untuk mengetahui tujuan dan manfaat keluarga sakinah
BAB II
A.
Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi)
berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi),
ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu
antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan
melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2.
Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu
tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan)
yang paling tinggi.
3.
Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan
diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir
maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap. Ibadah
inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
Artinya
: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah
Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat
: 56-58].
Ibadah
itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan
rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan
shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan
hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati,
lisan dan badan.
Allah memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan
manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha
Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah , maka mereka
menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak
beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi
dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku
bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia
adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah ).
B.
Pengertian Muamalah
Dari segi bahasa, muamalah berasal
dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan
terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata
kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain
saling melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling
menderita dari satu terhadap yang lainnya.
Pengertian Muamalah dari segi istilah
dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula dengan arti yang sempit.
Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamlah;
Menurut
Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan
dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan
lain sebagainya. Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah
adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia,
seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak,
sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran,
baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau
global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar
manfaat di antara mereka.
Sedangkan
dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu muamalah adalah semua
transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar
maupun dalam hal utang piutang.
Allah
SWT berfirman dalam surat Al Baqarah Ayat 280 yang berbunyi
Artinya : Dan jika (orang berhutang
itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.
Dari
berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala
peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama
maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia
dengan alam sekitarnya. Dan Allah SWT juga memerintahkan manusia untuk
berinterksi dan bermuamalah dengan cara bertebaran di muka bumi untuk mencari
rezki Allah. Sebagaiman Allah SWT berfirman dalam surat Al Jumah ayat : 10 yang
berbunyi :
Artinya
: Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.
C.
Pengertian Akhlak
Pengertian Akhlak Secara Etimologi,
Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’
dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi
persesuain dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat
hubungan ” Khaliq” yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang
diciptakan.
Pengertian
akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya
itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar
akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat
kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah
memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu,
membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian.
Allah SWT berfirman Surah Al-Maidah, ayat 8.Artinya“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlakutidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamukerjakan.”
Akhlak
sifatnya universal dan abadi. Akhlak dalam islam merupakan refleksi internal
dari dalam jiwa manusia yang dieksternalisasikan secara kongrit dalam bentuk
perilaku dan tindakan nyata. Akhlak seseorang terkait erat dengan perspektif
keimanannya, tentang eksistensi dirinya sebagai khalifah Allah. Akhlak yang
lahir dari kualitas internalisasi nilai-nilai iman sudah barang tentu akan memancarkan
kualitas yang lebih baik. Demikian pula sebaliknya, akhlak yang buruk
merefleksikan kadar keimanan seseorangyang masih labil.
Dengan
demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun
sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang
itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang
sudah memahami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni
pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan kecenderungan hati sadar . Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari
hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan
yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan
perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah,
sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang
bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.
Keberadaan akhlak mulia bagi
setiap pribadi berkualitas, adalah buah dari keimanan yang kental. Dan ini
merupakan kekayaan yang tinggi nilainya dalam kehidupan manusia. Untuk itu,
sejak awal kita harus berusaha memburu keilmuan tentang itu sebagai bekal dalam
membangun kehidupan berumah tangga.
Dalam hal ini, kita telah sepakat
bahwa kemuliaan akhlak bangsa ini akan tumbuh dengan baik, bila
individu-individu dalam keluarga itu telah memiliki akhlak mulia. Dan
Rasulullah Saw adalah contoh utama pembentuk akhlak dalam kehidupan setiap
muslim. Dalam sebuah hadits, Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya aku
diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Ahmad).
Harapan demikian, insya Allah
akan terwujud, manakala setiap diri kita meniatkan secara sungguh-sungguh lagi
ikhlas mengharap ridha-Nya. Sehingga dari sini akan terbentuk sebuah tatanan
yang terjalin dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Dan melalui nilai-nilai ini
dan disiplin yang diamalkan oleh anggota masyarakat, maka akan lahirlah sebuah
masyarakat yang aman, damai, harmonis dan diselimuti ruhiah Islam. Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan
-keikhlasan- kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya
mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus."
1. Keikhlasan
seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota masyarakat
yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin dan
dunia-akherat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan,
persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan. Nabi Saw bersabda,
"Bahagialah dengan limpahan kebaikan bagi orang-orang yang bila dihadiri
(berada dalam kumpulan) tidak dikenal, tetapi apabila tidak hadir tidak pula
kehilangan. Mereka itulah pelita hidayah. Tersisih daripada mereka segala
fitnah dan angkara orang yang zalim." (HR. Imam al-Baihaqi).
2. Kedua,
amanah. Yaitu sifat mulia yang mesti diamalkan oleh setiap orang. Dalam suatu
sumber menyebutkan, amanah adalah asas ketahanan ummat, kestabilan negara,
kekuasaan, kehormatan dan roh kepada keadilan. Singkatnya, amanah berarti
sesuatu yang dipercayakan sehingga kita harus menjaga amanah tersebut. Dalam
hal ini, Allah berfirman dalam Alquran, yang artinya: "….maka tunaikanlah
oleh orang yang diamanahkan itu akan amanahnya dan bertakwalah kepada Allah
Tuhannya;…." (QS. Al Baqarah: 283).
3. Ketiga,
adil. Bersifat adil, berarti menempatkan/ meletakan sesuatu pada tempatnya.
Adil juga tidak lain ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para
Ulama menempatkan adil kepada beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri
sendiri, bawahan, atasan/ pimpinan dan sesama saudara. Nabi Saw bersabda,
"Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut kepada Allah ketika bersendiriaan
dan di khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah, dan berjimat
cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang membinasakan yaitu
mengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang dengan dirinya
sendiri." (HR. Abu Syeikh).
4. Keempat,
bersyukur. Bersyukur pada tataran menjadi pribadi unggul berlaku pada dua
keadaan. (1) Sebagai tanda kerendahan hati terhadap segala nikmat yang
diberikan oleh Sang Pencipta adalah sama, baik sedikit atau banyak. (2)
Bersyukur sesama makhluk sebagai ketetapan daripada Allah, supaya kebajikan
senantiasa dibalas dengan kebajikan. Allah berfirman, "…. Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan sekiranya
kamu mengingkari -kufur- (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih." (QS. Ibrahim: 7).
5. Kelima,
tekun. Ketekunan ini tidak lain adalah usaha dengan rajin, keras hati dan
bersungguh-sungguh. Islam sendiri, jauh-jauh hari telah menggalakan umatnya
untuk tekun apabila melakukan sesuatu pekerjaan. Sehingga dapat diselesaikan
dengan baik dan berjaya. Nabi Saw dalam sabdanya menyebutkan,
"Sesungguhnya Allah SWT menyukai apabila seseorang bekerja, dia melakukan
dengan tekun." (HR. Abu Daud).Perilaku ketekunan seseorang ini, maka akan
meningkatkan produktivitasnya, melahirkan suasana kerja yang aman, dan memberi
kesan yang baik kepada masyarakat sekitarnya.
6. Keenam,
disiplin. Yaitu ketaatan pada aturan dan tata tertib. Untuk itu, berdisiplin
dalam menjalankan suatu kerja akan dapat menghasilkan mutu kerja yang cemerlang.
Sehingga perilaku disiplin ini, akan mengantarkan hasrat negara untuk menjadi
maju dan unggul dapat dicapai lebih cepat lagi, bila dibandingkan dengan
perilaku tidak disiplin.Lebih dari itu, dengan berdisiplin diri, seseorng itu
akan dapat menguatkan pegangannya terhadap ajaran agama dan menghasilkan mutu
kerja yang cemerlang serta prestatif unggul
7. Ketujuh,
sabar. Yaitu sifat tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah; tidak lekas
patah hati; tidak lepas putus asa; dsb) -tenang--. Di dalam menghadapi cobaan
hidup, ternyata kesabaran ini sangat penting untuk membentuk individu/ pribadi
unggul. Hal ini seperti dikehendaki Allah SWT dalam QS. Ali Imran: 200,
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu (menghadapi segala
kesukaran dalam mengerjakan perkara-perkara kebajikan) dan kuatkanlah
kesabaranmu (lebih dari kesabaran musuh di medan perjuangan) dan tetaplah
bersiap siaga (dengan kekuatan pertahanan di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung (berjaya)."Akhirnya, dengan
dimilikinya sifat-sifat unggul tersebut, maka seseorang akan sangat beruntung
karena ia mampu mengemudi hidupnya dengan "kesempurnaan". Dan kondisi
demikian, membuat seseorang dapat berperan dengan baik kepada dirinya dan alam
sekitarnya.
8. kedelapan,
jujur. yaitu sifat yang apabila berkata ia selalu berkata jujur, benar dan apa
adanya atau sesuai dengan realita(apa yang telah dilakukan).Jujur adalah ketika
kita mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataannya. Jujur juga bisa berarti
sikap kita menyikapi suatu keadaan. Atau bisa juga jujur di katakan apa yang
kita pikirkan dan kita rasakan di dalam hati sesuai apa yang kita ucapkan di
mulut.“Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada
kebaikan, dan kebaikan membawa ke sorga. Seorang yang selalu jujur dan mencari
kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur (shidiq).Dan
jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan,dan kejahan
membawa ke neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan,
akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong (kadzdzab). (H.R. Bukhari)
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.“ (QS : Ar-Ruum:21)
Dalam ayat diatas, Allah
menyampaikan bahwa manusia diciptakan berpasangan antara istri dan suaminya
untuk mendapatkan keternangan, keterntraman, dan kasih sayang. Hal tersebut
merupakan tanda kuasa Allah dan nikmat yang diberikan bagi mereka yang bisa
mengambil pelajarannya.
Keluarga yang sakinah, mawaddah,
wa rahmah adalah istilah sekaligus doa yang sering kali dipanjatkan dan
diharapkan oleh para muslim yang telah menikah dan membina keluarga. Keluarga
sakinah, mawaddah, dan rahmah tentunya bukan hanya sekedar semboyan belaka
dalam ajaran islam. Hal ini menjadi tujuan dari pernikahan sekaligus nikmat
yang Allah berikan bagi mereka yang mampu membina keluarganya.
·
Makna Keluarga yang Sakinah
Sakinah berasal
dari bahasa arab yang artinya adalah ketenangan, ketentraman, aman atau damai.
Lawan kata dari ketentraman atau ketenangan adalah keguncangan, keresahan,
kehancuran. Sebagaimana arti kata tersebut, keluarga sakinah berarti keluarga
yang didalamnya mengandung ketenangan, ketentraman, keamanan, dan kedamaian
antar anggota keluarganya. Keluarga yang sakinah berlawanan dengan keluarga yang
penuh keresahan, kecurigaan, dan kehancuran.Kita bisa melihat keluarga yang
tidak sakinah contohnya adalah keluarga yang didalamnya penuh perkelahian,
kecurigaan antar pasangan, bahkan berpotensi terhadap adanya konflik yang
berujung perceraian. Ketidakpercayaan adalah salah satu aspek yang membuat
gagal keluarga sakinah terwujud. Misalnya saja pasangan saling mencurigai,
adanya pihak atau orang yang mengguncang rumah tangga atau perlawanan istri
terhadap suami. Hukum melawan suami menurut islam tentunya menjadi hal yang
harus diketahui pula oleh istri untuk menjaga sakinah dalam keluarga.Dengan
adanya ketenangan, ketentraman, rasa aman, kedamaian maka keguncangan di dalam
keluarga tidak akan terjadi. Masing-masing anggota keluarga dapat memikirkan
pemecahan masalah secara jernih dan menyentuh intinya. Tanpa ketenangan maka
sulit masing-masing bisa berpikir dengan jernih, dan mau bermusyawarah, yang
ada justru perdebatan, dan perkelahian yang tidak mampu menyelesaikan masalah.
Konflik dalam keluarga akan mudah terjadi tanpa adanya sakinah dalam keluarga.
·
Makna Keluarga yang Mawaddah
Mawaddah berasal
pula dari bahasa Arab yang artinya adalah perasaan kasih sayang, cinta yang
membara, dan menggebu. Mawaddah ini khususnya digunakan untuk istilah perasaan
cinta yang menggebu pada pasangannya. Dalam islam, mawaddah ini adalah fitrah
yang pasti dimiliki oleh manusia. Muncul perasan cinta yang menggebu ini karena
hal-hal yang sebabnya bisa dari aspek kecantikan atau ketampanan pasangannya,
moralitas, kedudukan dan hal-hal lain yang melekat pada pasangannya atau
manusia ciptaan Allah. Kriteria calon istri menurut islam dan kriteria calon
suami menurut islam bisa menjadi aspek yang perlu dipertimbangkan untuk
memunculkan cinta pada pasangan nantinya.Adanya perasaan mawaddah pastinya
mampu membuat rumah tangga penuh cinta dan sayang. Tanpa adanya cinta tentunya
keluarga menjadi hambar. Adanya cinta membuat pasangan suami istri serta
anak-anak mau berkorban, mau memberikan sesuatu yang lebih untuk keluarganya.
Perasaan cinta mampu memberikan perasaan saling memiliki dan saling
menjaga.Keluarga yang ada perasaan mawaddah tentunya memunculkan nafsu yang
positif (nafsu yang halal dalam aspek pernikahan). Kita bisa melihat, keluarga
yang tidak ada mawaddah tentunya tidak akan saling memberikan dukungan, hambar,
yang membuat rumah tangga pun seperti sepi. Perselingkuhan dalam rumah tangga
bisa saja terjadi jika mawaddah tidak ada dalam keluarga. Masing-masing
pasangan akan mencari cinta lain dari orang lain.Keluarga yang penuh mawaddah
bukan terbentuk hanya karena jalan yang instan saja. Perasaan cinta dalam
keluarga tumbuh dan berkembang karena proses dipupuknya lewat cinta suami istri
serta anak-anak. Keindahan keluarga mawaddah tentunya sangat didambakan bagi
setiap manusia, karena hal tersebut fitrah dari setiap makhluk.
·
Makna Keluarga yang Rahmah
Kata Rahmah
berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ampunan, rahmat, rezeki, dan
karunia. Rahmah terbesar tentu berasal dari Allah SWT yang diberikan pada
keluarga yang terjaga rasa cinta, kasih sayang, dan juga kepercayaan.
Keluarga yang
rahmah tidak mungkin muncul hanya sekejap melainkan muncul karena proses adanya
saling membutuhkan, saling menutupi kekurangan, saling memahami, dan memberikan
pengertian.Rahmah atau karunia dan rezeki dalam keluarga adalah karena proses
dan kesabaran suami istri dalam membina rumah tangganya, serta melewati
pengorbanan juga kekuatan jiwa. Dengan prosesnya yang penuh kesabaran, karunia
itu pun juga akan diberikan oleh Allah sebagai bentuk cinta tertinggi dalam
keluarga.
Rahmah tidak
terwujud jika suami dan istri saling mendurhakai. Untuk itu perlu memahami pula
mengenai ciri-ciri suami durhaka terhadap istri dan ciri-ciri istri durhaka
terhadap suami.
Berikut
merupakan ciri-ciri atau karakterstik yang bisa menggambarkan seperti apakah
keluarga tersebut.
1. Terdapat cinta, kasih sayang, dan rasa saling
memiliki yang terjaga satu sama lain.
2. Terdapat ketenangan dan ketentraman yang
terjaga, bukan konflik atau mengarah pada perceraian.
3. Keikhlasan dan ketulusan peran yang diberikan
masing-masing anggota keluarga, baik peran dari suami sebagai kepala rumah
tangga, istri sebagai ibu juga megelola amanah suami, serta anak anak yang
menjadi amanah dari Allah untuk diberikan pendidikan yang baik .
4. Kecintaan yang mengarahkan kepada cinta
Illahiah dan Nilai Agama, bukan hanya kecintaan terhadap makhluk atau hawa
nafsu semata.
5. Jauh dari ketidakpercayaan, kecurigaan, dan
perasaan was-was antar pasangan.
6. Mampu menjaga satu sama lain dalam aspek
keimanan dan ibadah, bukan saling menjerumuskan atau saling menghancurkan satu
sama lain.
7. Mampu menjaga pergaulan dalam islam, tidak
melakukan penyelewengan apalagi pengkhianatan sesama pasangan.
8. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang harus
dipenuhi dalam keluarga mulai dari rezeki, kebutuhan dorongan sexual, dan rasa
memiliki satu sama lain.
9. Mendukung karir, profesi satu sama lain yang
diwujudkan untuk sama-sama membangun keluarga dan membangun ummat sebagai
amanah dari Allah SWT
Keluarga
adalah unit terkecil dalam sebuah masyarakat. Keluarga bukan hanya sekedar
hubungan formal antara suami, istri, dan anak-anak namun juga memiliki fungsi
dan tugas tersendiri dalam masyarakat. Allah tidak pernah memberikan sebuah
aturan dan menciptakan sesuatu tanpa ada alasan dan manfaat yang akan
diperoleh. Semua aturan yang diberikan Allah senantiasa dikembalikan kepada
misi dan penciptaan manusia di muka bumi ini.
Keluarga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah adalah perintah Allah yang juga diberikan
kepada keluarga untuk diwujudkan bersama. Dengan adanya keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah hal ini akan mampu membantu misi dan tujuan dalam keluarga
yang islami bisa terwujud.
a. Menunjang Misi Kekhalifahan Manusia di Muka
Bumi
”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk
beribadah kepada-Ku” (QS Adzariyat : 54)
Manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi semata-mata untuk beribadah
kepada Allah. Dengan adanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah maka
tujuan beribadah kepada Allah sebagai satu-satunya Illah mampu dibentuk,
dikondisikan, dan saling didukung dari keluarga. Keluarga sakinah mawaddah dan
rahmah anggotanya, baik suami, istri, dan anak-anak akan saling mengarahkan
untuk menjalankan misi ibadah kepada Allah. Keluarga sakinah mawaddah rahmah
bukan hanya cinta manusia belaka, namun lebih jauh cinta kepada keillahiahan.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. . . . ” (QS Al-Baqarah :
30)
Allah pun menciptakan manusia untuk menjadi khalifah fil ard. Khalifah
fil ard artinya adalah manusia melaksanakan pembangunan dan memberikan manfaat
sebanyak-banyaknya untuk kemakmuran di muka bumi lewat jalan apapun. Bisa
menjadi ibu rumah tangga, profesi, memberdayakan ummat, dsb.
Dengan adanya keluarga sakinah yang penuh cinta dan rahmah, maka misi
kekhalifahan ini bisa dilakukan dengan penuh semangat, dukungan dan juga saling
membantu untuk menutupi kekurangan. Adanya profesi atau karir dari
masing-masing suami, istri justru bukan malah menjauh dan saling tidak bertatap
wajah. Adanya hal tersebut justru membuat mereka saling mendukung agar
masing-masing juga banyak berkarya untuk agama dan bangsa, karena keluarga
bagian dari pembangunan ummat.
b. Menjadi Ladang Ibadah dan Beramal Shalih
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS : At Tahrim: 6)
Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga diri dan keluarga
dari api neraka. Artinya, untuk menjauhi api neraka manusia diperintahkan untuk
memperbanyak ibadah dan amalan yang shaleh. Hal ini belum tentu mudah jika
dijalankan sendirian. Untuk itu, adanya keluarga yang baik dan sesuai harapan
Allah tentunya keluarga pun bisa menjadi ladang ibadah dan amal shalih karena
banyak yang bisa dilakukan dalam sebuah keluarga.
Seorang ayah yang bekerja mencari nafkah halal demi menghidupi keluarga
dan anak anaknya tentu menjadi pahala dan amal ibadah sendiri dalam keluarga.
Begitupun seorang ibu yang mengurus rumah tangga atau membantu suami untuk
menghidupi keluarga adalah ladang ibadah dan amal shalih tersendiri. Kewajiban
istri terhadap suami dalam islam bisa menjadi ladang ibadah tersendiri.
Begitupun Kewajiban suami terhadap istri adalah pahala tersendiri bagi suami
dalam keluarga. Mendidik anak dalam islam juga merupakan bagian dari
Ladang ibadah dan amal shalih hanya akan bisa dilakukan secara
kondusif oleh keluarga yang terjaga rasa cinta, sayang, dan penuh dengan
ketulusan dalam menjalankannya. Untuk itu diperlukan keluarga dalam sakinah,
mawaddah, wa rahmah yang bisa menjalankan ibadah dan amal shalih dengan
semaksimalnya.
c. Tempat menuai cinta, kasih, sayang dan
memenuhi kebutuhan
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang
bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (QS An-Nahl : 72)
Allah memberikan rezeki yang baik-baik salah satunya memberikan nikmat
keluarga dan keturunan. Hal tersebut tentunya hal yang mahal dalam sebuah
ikatan keluarga. Karena tidak semuanya dapat menikmati hal tersebut. Padahal,
keluarga dan perasaan kenyamanan cinta adalah fitrah yang menjadi kebutuhan
setiap manusia. Wanita shalehah idaman pria shaleh adalah salah satu bentuk
kebahagiaan tersendiri dalam keluarga.
Dengan adanya keluarga sakinah mawaddah wa rahman, tentunya
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan manusia bisa dipenuhi dalam keluarga.
Kebutuhan tersebut mulai dari rasa aman, tentram, rezeki berupa harta, cinta,
sexual dari pasangan, kehormatan, dan tentunya bentuk-bentuk ibadah yang bisa
dilakukan dalam amal salih berkeluarga.
Istri adalah amanah dari suami begitupun sebaliknya. Membangun rumah
tangga dalam islam buka hanya amanah suami dan istri, namun lebih jauh dari itu
adalah amanah dari Allah karena pernikahan dalam islam dibentuk atas dasar nama
Allah. Keluarga dan Rumah tangga bukanlah tanpa ada kegoncangan dan ujian,
namun atas dasar dan nilai-nilai agama semua itu mampu diselesaikan hingga
redamnya kegoncangan. Keluarga Sakinah, Mawaddah dan warahmah bukan hanya
tujuan, melainkan proses untuk menggapai kebahagiaan lebih dari dunia, yaitu
kebahagiaan di akhirat.
BAB III
A.
Kesimpulan
Ibadah
secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminology) Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa
yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau
perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Muamalah adalah hukum-hukum syara
yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli,
perdagangan, dan lain sebagainya
Pengertian
Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak”
berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut
logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Aqidah
adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang lain:
akhlaq, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah yang
benar, akhlaq yang terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain sebagai
pondasi, hubungan antara aqidah dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa
juga bersifat resiprokal dan simbiosis. Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah,
berakhlaq karimah, dan bermuamalah yang baik akan memelihara aqidah.
B.
Saran
Berdasarkan
pada pembahasan dan kesimpulan maka penulis memberikan saran yakni Al Quran dan
sunah merupakan dua pegangan, tuntunan dan pedoman hidup serta sebagai sumber
utama bagi umat islam untuk dijadikan
sebagai panduan analisis dalam mengkaji setiap persoalan yang muncul dalam
kehidupan. Oleh karena itu penting kiranya bagi umat islam untuk terus
berpegang teguh pada Al quran dan As
sunah serta untuk memahami makna-makna
yang terkandung dalam Al quran dan As sunah. Dan dengan Al quran dan As sunah
juga dapat memperkuat Aqidah, Ibadah, Muamalah dan Akhlak umat manusia.
https://anitadeka.wordpress.com/2013/07/15/hubungan-aqidah-ibadah-muamalah-dan-ahklak/
http://ahmad-humaedi.blogspot.co.id/2011/06/makalah-keluarga-sakinah.html
https://umarhashona.wordpress.com/2014/11/11/konsep-manusia-berkualitas-menurut-al-quran-dan-upaya-pendidikan/
http://agusyan92.blogspot.com/p/membangun-generasi-berkualitas.html
http://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/keluarga-sakinah-mawaddah-wa-rahmah
No comments:
Post a Comment