SUMMARY PYSCHOLINGUISTIC
To fulfill one of the tasks of the Pyscholinguitic Course which is supported by
Rini Susilowati, S.S, M.Pd
In English Education Study Program
Arranged by:
Yunida Nindiya
HIGH SCHOOLS AND EDUCATIONAL SCIENCES
MUHAMADIYAH KOTABUMI-LAMPUNG
JANUARY 2019
TABLE OF CONTENT
CHAPTER I 3
BASIC PSYCHOLINGUISTIC CONCEPT 3
1.1 Definition Phsycholinguistic 3
1.2 Development Or Stages Psycholinguistic 3
CHAPTER II 5
SPEECH PERCEPTION, COMPREHENDING SPEECH, SPEECH ERROR, AND SPEECH PRODUCTION 5
2.1 Perception Of Speech 5
2.2 Comprehension 5
2.4 Speech Errors 7
CHAPTER III 9
FEATURES OF HUMAN LANGUAGE AND ANIMAL COMMUNICATION 9
3.1 Human Language 9
3.2 Design Features Of Human Language 9
3.3 Animal Communication 10
3.4 Diffrence Animal Communication and Human Language 10
3.5 Signals Used For Animal Communication 11
CHAPTER IV 13
BRAIN LITERAZATION AND LANGUAGE ACQUISACTION 13
4.1 The Human Brain literaziation 13
4.2 First Language Acquisition 13
4.3 Factors Affecting L1 Acquisition 14
4.4 The Critical Period Hypothesis 14
4.5 Second-Language Acquisition 14
Tuesday, January 29, 2019
Tuesday, January 22, 2019
Makalah menjadi reporter acara
MAKALAH
Menjadi Reporter Acara
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kepenyiaran / Broadcasting yang diampu oleh Drs. Irawan Suprapto , M.Pd
Pada program studi pendidikan bahasa inggris
Disusun oleh:
Yunida Nindiya
Siti Halimatu Nurkholifah
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMADIYAH KOTABUMI-LAMPUNG
November 2018
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT,yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami , sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Menjadi Reporter Acara”
Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman sekalian.
Kotabumi,November 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
2.1 Tips Dan Syarat Menjadi Reporter Radio 6
2.2 Hal Terbaik Dan Hal Terburuk Bagi Reporter Radio 8
2.3 Merancang Dan Mengeksekusi Liputan Berita Radio 9
2.4 Contoh Naskah Reporter Radio 15
BAB III 18
PENUTUP 18
A. Kesimpulan 18
B. Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cara atau pola kerja reporter radio itu pada dasarnya sama saja dengan reporter media lainnnya, dalam hal "cover news stories" (meliput berita). Pembeda utamanya, reporter radio seperti halnya reporter televisi harus memiliki suara bagus (good sound). Untuk reporter radio, "tampang" tidak penting, karena yang mereka "tunjukkan" ke pendengar hanya suara, bukan wajah. Beda dengan reporter televisi yang harus "good looking", "good picture", atau populer disebut "camera face" . Reporter radio harus bisa menemukan suara yang mengilustrasikan cerita, seperti rekaman wawancara, suara suasana live dari konferensi pers, efek suara (sound effect), dan sebagainya. Suara-suara itu akan menjadi pelengkap cerita. Tugas Anda sebagai reporter radio antara lain membuat pendengar merasakan suasana seperti yang Anda rasakan.
Poin lainnya adalah menjadikan radio sebagai "media instan" yang mampu menyampaikan berita kapan saja, di mana saja, dan dari sumber mana pun. Anda tinggal memerlukan sambungan telepon untuk wawancara narasumber di mana pun di berbagai belahan dunia. Itu artinya, laporan berita Anda per jam dapat di-update dengan banyak cara yang bagi reporter televisi dan media cetak lebih sulit melakukannya. Surat kabar harus menunggu hari berikutnya untuk update berita. Televisi harus menunggu gambar yang bagus untuk bisa ditayangkan. Reporter radio cukup dengan suara
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kami merumuskan beberapa masalah yaitu diantaranya:
Apa saja tips dan syarat menjadi reporter radio ?
Apa saja hal terbaik dan hal terburuk bagi reporter radio?
Bagaimana merancang dan mengeksekusi liputan berita radio?
Bagaimana dan berikan contoh naskah reporter radio ?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tips dan syarat menjadi reporter radio
Untuk mengetahui hal terbaik dan hal terburuk bagi reporter radio
Untuk mengetahui merancang dan mengeksekusi liputan berita radio
Untuk mengetahui contoh naskah reporter radio
BAB II
PEMBAHASAN
Tips Dan Syarat Menjadi Reporter Radio
Tips Menjadi Reporter Radio
Baca, baca dan baca
Seorang reporter wajib hukumnya membaca buku, agar luas wawasannya dan up to date berita-berita terkini. Jika kamu tidak suka membaca buku, minimal luangkan 10 menit setiap bangun tidur untuk membaca berita melalui smartphone.
2. Selalu Belajar Hal-Hal Baru
Seorang Reporter Harus Ingin Tahu Hal Baru. Tentu menjadi reporter harus giat belajar, supaya ilmunya semakin bertambah. Karena liputan sifatnya tidak bisa diprediksi. Contohnya, jika ada peliputan di DPR, maka harus belajar politik. Atau jika peliputan di KPK, kamu bisa belajar hukum.
3. Kemampuan Berkomunikasi
Walaupun kamu bukan dari anak Ilmu Komunikasi, tapi setidaknya kamu memliki kemampuan public speaking. Karena reporter setiap harinya bertemu dengan orang baru, yang memiliki karakter berbeda-beda. Misal membedakan berbicara antara Presiden dengan Petani.
4. Percaya Diri
Tentu ini hal utama, jika seorang reporter televisi melakukan live report. Reporter dituntut berani tampil di depan orang dan yakin atas informasi yang telah didapatkan dari kedua belah pihak narasumber, untuk segera disampaikan kepada masyarakat.
5. Tidak Manja
Ingin menjadi reporter, tapi masih memiliki sifat kekanak-kanakan. Tentu sifat itu harus segera dihilangkan, karena menjadi jurnalis kerjanya dinamis atau tidak menentu. Misalkan kamu harus live report di terik matahari, hujan-hujanan dan blusukan ke tempat terpencil pun harus siap. Menjadi seorang reporter itu tidak boleh setengah-setengah, harus totalitas dan memang mempunyai kemampuan di bidang tersebut.
Syarat menjadi reporter radio.
Anda perlu membangun keterampilan wawancara yang mumpuni. Selain menguasa teknik bertanya yang efektif, Anda juga harus mampu membuat narasumber nyaman. Jika narasumber Anda gugup (nervous) saat wawancara, maka kegrogian itu akan terdengar di suaranya.
Anda harus bisa merespon cepat dengan pertanyaan dan komentar setiap jawaban yang muncul, agar wawancara yang terekam terdengar layaknya percakapan alami, bukan terdengar kaku seperti wawancara. Anda juga harus mengajukan pertanyaan yang ringkas. You need keep your questions short!
Reporter radio juga harus menguasai peralatan, terutama alat perekam (recorder). Tak kalah pentingnya, Anda harus memiliki "strong script-writing skills", keterampilan menulis naskah-radio yang baik.
Suara reporter radio . Reporter radio mesti memiliki teknik pernapasan dan teknik vokal yang baik. Anda harus berlatih agar tidak mengeluarkan suara "Um" (Inggris), "Eee", "Eu...", "Anu apa itu..." alias latah dan gagap. Reporter radio mesti bicara jelas dan latihan membaca agar lancar dengan suara keras. Terpenting, Anda harus selalu memahami yang Anda katakan (suarakan).
Hal Terbaik Dan Hal Terburuk Bagi Reporter Radio
Hal Terbaik Bagi Reporter Radio.
Kesegeraan (immediacy) merupakan hal menyenangkan bagi reporter radio, yakni kecepatan menyampaikan berita kepada pendengar.
Radio juga membangun kedekatan dengan pendengar. Anda "ngobrol" dengan pendengar. Itulah yang membuat radio sebagai media yang sangat pribadi (very personal medium). Anda, reporter radio, membangun kedekatan dengan pendengar.
Hal Terburuk Bagi Reporter Radio
Hal buruknya, Anda tidak bisa menyampaikan berita secara detail dan panjang-lebar. Anda hanya bisa menyampaikan fakta terpenting secara global, ringkas, dan sekilas. Jika terlalu lama (panjang), berita Anda tidak akan efektif, mudah dilupakan pendengar.
Radio itu didengar sekali, dan hanya sekali, sebelum lenyap into outer space. Maka, Anda harus menyampaikan laporan dengan singkat, ringkas, dan biarkan detail berita (story depth) menjadi bagian media cetak atau media online. Dengan alasan ini, analisis isu aktual menjadi tidak mudah di radio.Fakta-fakta rumit dan angka-angka harus "disebar" di sela-sela berita, atau Anda akan kehilangan konsentrasi pendengar.
Merancang Dan Mengeksekusi Liputan Berita Radio
Liputan tidak lepas dari peran seorang Kordinator Liputan (Korlip) yang bertanggung jawab terhadap agenda setting liputan dan penugasan reporter. Peran seorang Produser juga sangat penting, karena dialah sebenarnya yang bertanggungjawab penuh terhadap jalannya run down atau urut-urutan konten atau isi siaran dan program. Selain tentunya peran seorang reporter yang melaporkan berita dari lapangan dan peran seorang anchor/penyiar yang mengantar laporan reporter dari lapangan.
Selain aturan main pedoman kerja atau bahasa kerenya standart operasional prosedur (SOP). Sukses tidaknya sebuah liputan dari planning (penugasan, mapping lokasi liputan, dll) sampai pada Action (cara reporter melaporkan, konten laporan, dll) tergantung juga dari kemampuan/kompetensi dari masing-masing personil di pos-pos yang terlibat (produser, korlip, reporter, anchor/penyiar).
Pernah mendengar seorang reporter di radio melaporkan sebuah kejadian/peristiwa di satu lokasi. Dia mengambarkan apa yang terjadi dilokasi itu dari gambaran atau pandangan mata yang terekam olehnya. Bahkan kadang kala kita dengar juga ditengah2 laporannya dia mewawancarai orang/masyarakat yang kebetulan berada dilokasi tersebut atau dia masukan rekaman kutipan komentar/statement dari narasumber yang berkaitan atau berkepentingan dengan kejadian/peristiwa yang sedang berlangsung, yang sudah diwawancarai sebelumnya di lokasi kejadian. Itulah Report On the Spot (ROS).
Secara singkat ROS dapat didefinisikan sebagai laporan langsung oleh reporter dari lokasi kejadian, berdurasi 1-2 menit, dan apabila peristiwanya berkembang dapat dilakukan ROS lanjutan. Inilah yang biasanya menjadi jenis liputan dan laporan paling dominan untuk radio. Berikut urutan bagaimana merencanakan liputan sampai pada eksekusi liputan dan presentasi laporan.
Planning Liputan.
Ada 3 (tiga) unsur utama agenda setting liputan yang harus diperhatikan oleh penanggungjawab masalah liputan (Korlip), yaitu :
Sumber liputan.
Seperti ; Fax/tlp, SMS, info reporter/tim redaksi lain, email, FB, twitter, isu yang sedang berkembang di masyarakat, peristiwa yang baru saja terjadi, update peristiwa yang sudah terjadi.
Hal paling utama yang harus diperhatikan penanggungjawab liputan dalam memilah agenda liputan adalah news value. Ada ukuran-ukuran tertentu yang harus dipenuhi agar suatu kejadian atau peristiwa dapat diberitakan. Ukuran ini disebut sebagai Kriteria Layak Berita (News Value), yaitu layak tidaknya suatu peristiwa untuk diberitakan. Biasanya peristiwa yang dianggap mempunyai nilai berita atau layak berita adalah yang mengandung satu atau beberapa unsur berikut ini:
Actual (kekinian) atau bisa juga disebut baru (Timeliness) : peristiwa yang diliput dan diberitakan baru saja terjadi atau mengandung kekinian. Jika peristiwa sudah lewat, maka dianggap basi.
Signikansi (penting) : Peristiwa penting yang dapat mempengaruhi kehidupan orang banyak, atau kejadian yang mempunyai akibat terhadap kehidupan masyarakat.
Magnitude (besar) : Peristiwa besar yang berpengaruh bagi kehidupan orang banyak,
Proximity (kedekatan) : Peristiwa yang terjadi dekat dengan pendengar. Biasanya, kedekatan ini bersifat geografis atau emosional.
Prominence (tenar) : Peristiwa yang menyangkut orang, benda atau tempat yang terkenal atau sangat dikenal oleh masyarakat.
Human Interest (manusiawi) : Peristiwa yang memberi sentuhan perasaan bagi pendengar.
Konflik : Peristiwa yang menghadirkan dua pihak yang saling berlawanan kepentingan.
Kontroversial : peristiwa yang biasanya bertentangan dengan norma-norma umum yang berlaku di masyarakat.
Unsual (tidak biasa) atau Aneh (Oddity) : Peristiwa yang tidak biasa terjadi.
Menyangkut kebijakan pemerintah (government action).
Kebenaran/validitas sumber liputan.
Hal yang juga penting harus diperhatikan oleh penanggungjawab liputan adalah kebenaran dari informasi yang diterima melalui berbagai jalur tersebut. Apalagi informasi yang diterima melalui email, Blackberry Messenger (BBM), twitter, bahkan SMS, karena seperti kita ketahui unsur hoax atau berita bohong melalui jalur tersebut sangat mungkin terjadi.
Kecuali informasi liputan lewat fax atau surat/undangan resmi liputan dari lembaga tertentu biasanya lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan, Karena selain nama instansi yang mengundang jelas, juga terdapat detail acaranya, tempat, waktu dan siapa person yang bertanggungjawab atas udangan tersebut.
Penugasan reporter.
Ada beberapa hal yang wajib diperhatikan dalam penugasan reporter dilapangan, yakni:
Waktu penugasan
Kedekatan lokasi
Kompetensi reporter
Target liputan
Target narasumber
Peralatan penunjang.
Liputan peristiwa besar memang lebih rumit, perlu konsentrasi dan kemampuan mumpuni dari seorang kordinator liputan dan produser, karena menyangkut masalah mapping atau pemetaan daerah liputan, sumberdaya yang harus dikerahkan, peralatan penunjang tambahan, dan kontinuitas laporan atau perkembangan informasi terbaru dari lapangan yang siap disampaikan secara terus menerus tanpa jeda atau dengan jeda yang tidak terlalu panjang, termasuk juga biaya yang diperlukan.
Liputan non peristiwa besar :
Waktu penugasan: Penangungjawab liputan wajib memperhatikan waktu/jam peristiwa yang akan diliput. Contoh : Jika peristiwa yang harus diliput antara pukul 06-10 pagi, maka penugasan liputan harus diberikan 1 (satu) hari atau sore atau malam hari sebelumnya. Untuk peristiwa yang waktu peliputannya di atas jam 10, maka penugasannya dapat diberikan pagi hari (3-2 jam sebelumnya) untuk memberikan waktu kepada reporter menuju ke tempat liputan tepat waktu.
Kedekatan lokasi : Penanggungjawab liputan wajib memperhatikan lokasi/domisili reporter yang akan ditugaskan dari factor kedekatan, kemudahan transfortasi, dan jarak dari satu lokasi liputan ke lokasi liputan lainnya.
Kompetensi reporter : Penanggungjawab liputan wajib memperhatikan kompetensi reporter untuk meliput satu bidang liputan tertentu. Reporter yang ditugaskan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap masalah yang akan diliputnya. Penanggungjawab liputan wajib memberikan briefing kepada reporter, apabila reporter yang ditugaskan bukan yang memiliki kompetensi terhadap bidang yang akan dia liput.
Target liputan : Penanggungjawab liputan wajib memberikan arahan kepada reporter mengenai focus dari masalah yang akan diangkat sebagai berita/laporan dari liputannya.
Target nara sumber : Penanggungjawab liputan wajib memberikan arahan kepada reporter mengenai narasumber yang akan diwawancara lebih lanjut secara khusus baik oleh reporter bersangkutan atau oleh penyiar.
Peralatan penunjang : Reporter wajib membawa peralatan lengkap berupa alat perekam, lap top, HP, kamera.
Liputan Peristiwa Besar .
Contoh liputan peristiwa besar adalah Ledakan bom yang berdampak besar, gempa besar, banjir dan longsor skala besar, unnjuk rasa skala besar, dll)
Fokus liputan : Sumber daya yang berdekatan, atau tidak jauh dari lokasi di fokuskan pada satu titik lokasi liputan dan lokasi yang terkait dengan peristiwa yang sedang terjadi.
Lokasi liputan : Penanggungjawab liputan sudah harus bisa memetakan titik-titik di suatu lokasi peristiwa yang harus diliput oleh reporter atau tim liputan, jumlah SDM yang dikerahkan, focus liputan/laporannya, rentang waktu penugasan, Reporter/SDM pengganti, alat penunjang yang diperlukan.
Kontinuitas : Penanggungjawab liputan harus dapat menjaga kontinuitas berita, baik perkembangan dari satu lokasi peristiwa atau lokasi yang berdekatan dan terkait dengan peristiwa yang sedang terjadi atau dari daerah yang berbeda namun masih terkait dengan peristiwa yang sedang menjadi focus liputan.
Action Liputan
Waktu dan prioritas laporan : Penanggungjawab liputan harus dapat mengatur waktu laporan bagi reporter dengan memperhatikan mana laporan yang harus didahulukan on air dan mana laporan yang bisa ditunda waktu on airnya. Note : Setiap reporter biasanya merasa bahwa berita yang akan dia laporan harus didahulukan. Pada saat meliput peristiwa yang sedang terjadi reporter wajib menyampaikan laporan awal secepat mungkin untuk memberikan gambaran awal situasi yang terjadi.
Durasi : Penanggungjawab liputan wajib mengarahkan reporter untuk memperhatikan durasi laporan baik dengan insert atau tanpa insert. Durasi laporan biasanya maksimal 3 menit diluar peristiwa besar dan bisa lebih dari tiga menit jika menyangkut peristiwa besar.
Presentasi laporan : Penanggungjawab liputan dan reporter harus memperhatikan unsur ABC dan 2S, yaitu Accuracy (akurat, tajam, dan terpercaya), Bravity (singkat dan padat), Clarity (jelas dan tidak bias), Sincerity (apa adanya), dan Simplicity (sederhana)
Penanggungjawab liputan dan reporter harus memperhatikan dasar 5W 1H dalam penyampaian laporan dengan mendahulukan What dan Who terlebih dahulu agar pendengar langsung mendapatkan informasi yang diinginkan dan menarik perhatian pendengar ketika mendengarkan awal laporan (ear catching).
WHAT : Apa inti dari sebuah berita atau peristiwa. Apakah berkaitan dengan masalah human interest, politik, ekonomi, hukum, bencana atau musibah lain yang menyangkut kepentingan publik.
WHO : Menyangkut siapa yang terkait dengan peristiwa dan berita dan siapa yang bisa dihubungi, bisa saja orang yang terlibat langsung dengan sebuah peristiwa (korban, saksi mata, atau petugas), pengamat, pakar atau pejabat pemerintah dan kalangan DPR.
WHY : Menyangkut latar belakang terjadinya sebuah peristiwa.
WHEN : Menyangkut kapan peristiwa tersebut terjadi.
WHERE : Menyangkut tempat atau lokasi peristiwa terjadi.
HOW : Menyangkut bagaimana sebuah peristiwa bisa terjadi. Dalam tugas meliput berita, bagi seorang reporter HOW juga bisa berarti bagaimana peliputan berita dilakukan dan bagaimana menyampaikannya.
Penanggungjawab liputan dan reporter harus memperhatikan prinsip dalam menyampaikan laporan pandangan mata :
Apa peristiwanya : Ledakan bom, banjir, longsor, gempa bumi, tsunami, kecelakaan kapal tenggelam, pesawat jatuh, atau tabrakan. Persidangan kasus-kasus yang menjadi perhatian masyarakat, unjuk rasa, tawuran, dll.
Bagaimana cara melaporkan : Dengan empati, tempo perlahan/normal, emosi gembira atau ketegangan.
Dimana peristiwa berlangsung : Gedung tertutup, tempat terbuka, tepi pantai, atau ditengah keramaian. Lokasi peristiwa berlangsung akan menentukan volume dan power suara yang harus dikeluarkan dan pemilihan tempat untuk pelaporan yang memungkinkan di sekitar lokasi.
Detail peristiwa : Bagaimana kejadiannya, korban, data, kondisi terkini, penanganan oleh petugas, dll.
Gunakan panca indra :
Penglihatan, yakni gambarkan apa yang dilihat.
Penciuman, yakni gambarkan apa yang tercium, seperti bau busuk, anyir, terbakar, dll.
Pendengaran, yakni gambarkan apa yang didengar, seperti letusan senjata, suara kaca yang dipecahkan, sirine pemadam dan petugas, dll.
Perasaan, yakni mengambarkan apa yang dirasakan saat itu, seperti ketegangan antara demonstran dengan petugas, ketegangan antara dua kelompok yang sedang bertikai, atau suasana pengepungan sarang teroris oleh densus 88, dll.
Memilih kata-kata yang tepat : Pergunakan kata kerja daripada kata sifat, singkat dan jelas, serta bahasa yang sederhana. Tidak menggunakan istilah asing yang mungkin saja tidak diketahui khlayak umum seperti penggunakan istilah yang berasal dari bahasa asing.
Perhatikan juga struktur laporan pandangan mata :
Horizontal, menggambarkan kondisi tempat melaporkan dari kanan ke kiri, atau dari kiri ke kanan atau juga dari depan ke belakang. Contohnya, kerumunan massa yang sedang berunjuk rasa.
Vertikal, menggambarkan sesuatu dari atas ke bawah dan dari kejauhan sampai yang ada di depannya. Contohnya, pemasangan spanduk raksasa di tugu Monas untuk memecahkan rekor MURI.
Zoom in, menggambarkan dari jauh ke dekat, atau zoom out menggambarkan dari dekat ke jauh. Contohnya, suasana penonton dalam sebuah pertandingan sepakbola.
Kualitas insert : Penanggung jawab liputan wajib melakukan pengecekan terhadap kualitas insert yang akan dijadikan bagian dari laporan reporter dengan memperhatikan kejernihan suara/rakaman, siapa yang bicara atau kutipan siapa, durasi, konten pernyataannya, dan kapan atau dibagian mana reporter akan memasukan insert tersebut.
Setelah semuanya dipastikan sudah memenuhi standart layak on air, barulah berita tersebut dapat di on air kan untuk konsumsi pendengar/masyarakat
Contoh Naskah Reporter Radio
Radio : Shawtuna FM
Penyiar : Firmanda Salim
Frekuaensi : 105,5 FM
Segmen : Olahraga
Assalamualaikum Wr.Wb
Selamat Siang Shawtuners / masih di Shawtuna 105,5 FM The Young Radio Favorite Station / dalam program Lensa Olahraga bersama saya Firman untuk 30 Menit kedepan // Berita olahraga kali ini datang dari Final Liga Basket Indonesia / dalam putaran Final ini mempertemukan Tim dari CLS Knight Surabaya melawan Tim dari Pelita Jaya Jakarta / yang bertanding di Britama Arena Jakarta // Final game pertama dimenangkan oleh Tim dari Pelita Jaya Jakarta yang membuat agregat sementara menjadi 1-0 dari CLS Knight Surabaya // Pada saat putaran final game kedua ini kedua tim memperebutkan kemenangan dengan sangat sengit / karena game ini juga bisa dibilang game penentuan untuk kemenangan dari Pelita Jaya Jakarta // Namun keadaan berbalik / dari game final putaran kedua ini / CLS Knight Surabaya memenangkan game ini dengan skor 59-54 dari Pelita Jaya / dan akhirnya membuat agregat nilai imbang 1-1 // Dan saat ini adalah game final putaran terakhir untuk menentukan siapakan pemenang dari Liga Basket Indonesia tahun ini // Shawtuners saat ini kita sudah terhubung dengan Arif di Britama Arena Jakarta //
Penyiar : Assalamualaikum Arif / bagaiman keadaan putaran game final terakhir IBL di Britama Arena Jakarta saat ini? //
Reporter : Waalaikumsalam Firman / keadaan disini sangat ramai sekali / banyak penonton yang memadati tribun untuk melihat secara langsung putaran penentuan pemenang IBL tahun ini //
Penyiar : Baik Arif / bisa jelaskan secara rinci pertandingan final saat ini untuk Shawtuners di rumah //
Reporter : Bisa sekali Firman / baik shawtuners / kali ini saya sudah berada tepat di tribun penonton paling depan / suasana disini sangat ramai sekali hingga terakan-teriakan / yel-yel untuk kedua tim ini terdengar bergemuruh shawtuners // Saat ini pertandingan sudah memasuki babak terakhir dengan keunggulan CLS Knight Surabaya 64-58 dari Pelita Jaya Jakarta // Bila dilihat disini shawtuners / Tim CLS Knight menguasai pertandingan dibabak terakhir ini / dan mungkin bisa dipastikan CLS Knight akan menjuarai IBL tahun ini //
Penyiar : Yap Arif / dengan keunggulan sementara dari Tim CLS Knight Surabaya / berapakah sisa waktu untuk babak terkahir ini? / dan apakah Tim Pelita Jaya masih berusaha menekan permainan dari CLS Knight Surabaya?//
Reporter : Sisa waktu disini tinggal 4Menit lagi Firman / dan pasti shawtuners mendengar meriahnya Stadion ini karena suporter dari CLS Knight dari tadi bersorak-sorak menanti kemenangan dari CLS Knight yang padahal masih ada sisa waktu 4 Menit lagi // Tapi sisa waktu masih cukup Firman untuk Tim Pelita Jaya menyusul point yang tertinggal / karena Tim Pelita Jaya tidak mengurangi tekanannya kepada Tim CLS Knight //
Penyiar : Sepertinya disana asik sekali ya Arif / oke shawtuners / pasti shawtuners tidak sabar kan siapa pemenang yang berhasil memperebutkan piala Liga Basket Indonesia saat ini // Dan bagaimana Arif sisa waktu dan skor sementara dari pertanfingan ini //
Reporter : Yap Firman dan shawtuners dirumah / kali ini waktu tinggal bebrapa detik lagi dengna keunggulan CLS Knight dengan skor 67-61 dari Pelita Jaya Jakarta / dan sudah bisa dipastikan shawtuners / CLS Knight menjuarai Liga Basket Indonesia untuk tahun ini // Dan coba dengar shawtuners terikan penonton memenuhi gedung ini / luar biasa sekali // Dan akhirnya shawtuner pertandingan final Liga Basket Indonesia 2016 in telah berakhir / luar biasa sekali gemuruh penonton di stadion ini // Dan selamat untuk Tim CLS Knight Surabaya yang telah memenangkan Liga ini / oke Firman kembali lagi ke anda di Radio //
Penyiar : Baiklah terima kasih Arif atas informasi pertandingan final Liga Basket Indonesia 2016 hari ini / dan selamat bertugas kembali //
Baiklah shawtuners itu tadi informasi mengenai pertandingan Final Liga Basket Indonesia 2016 / dan selamat untuk Tim CLS Knight Surabaya yang telah memenangkan pertandingan ini // Untuk Tim Pelita Jaya Jakarta jangan berkecil hati masih ada tahun depan // Dan juga bagi shawtuners yang mendukung Tim dari CLS Knight Surabaya selamat atas kemenangannya / dan rayakan dengan positif tentunya //
Sudah tidak terasa juga hampir 30 menit Firman dan kru yang bertugas memberikan informasi tentang dunia olahraga dalam Lensa Olahraga hari ini shawruners // Besok akan ada lagi informasi tentang dunia olahraga di program yang sama dan di jam yang sama tentunya dalam Shawtuna 105,5 FM The Young Radio Favorite Station // Cukup sekian kebersamaan kita / Firman dan segenap kru yang bertugas undur diri /dan mohon maaf jika ada salah-salah kata / selamat siang / wassalamualaikum Wr.Wb / Salam Olahraga //
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Reporter harus memiliki pola komunikasi yang ampuh sebelum meliput berita di lapangan atau melakukan wawancara agar narasumber sebagai informan. Memberikan informasi berupa data dan informasi atas kejadian yang sedang terjadi. Reporter memiliki syarat untuk menunjang itu semua dan menyampaikan berita yang factual dengan kejadian di tempat kejadian .
Saran
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih banyak memerlukan pembenahan. Oleh karena itu kami mengharap kepada segenap pembaca yang budiman untuk memberikan masukan baik berupa kritik maupun saran, baik secara lisan mapun secara tertulis. Kami akan dengan senang hati menerimanya. Harapan kami semoga makalah ini menjadi manfaat. Amin.
Menjadi Reporter Acara
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kepenyiaran / Broadcasting yang diampu oleh Drs. Irawan Suprapto , M.Pd
Pada program studi pendidikan bahasa inggris
Disusun oleh:
Yunida Nindiya
Siti Halimatu Nurkholifah
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMADIYAH KOTABUMI-LAMPUNG
November 2018
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT,yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami , sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Menjadi Reporter Acara”
Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman sekalian.
Kotabumi,November 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
2.1 Tips Dan Syarat Menjadi Reporter Radio 6
2.2 Hal Terbaik Dan Hal Terburuk Bagi Reporter Radio 8
2.3 Merancang Dan Mengeksekusi Liputan Berita Radio 9
2.4 Contoh Naskah Reporter Radio 15
BAB III 18
PENUTUP 18
A. Kesimpulan 18
B. Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cara atau pola kerja reporter radio itu pada dasarnya sama saja dengan reporter media lainnnya, dalam hal "cover news stories" (meliput berita). Pembeda utamanya, reporter radio seperti halnya reporter televisi harus memiliki suara bagus (good sound). Untuk reporter radio, "tampang" tidak penting, karena yang mereka "tunjukkan" ke pendengar hanya suara, bukan wajah. Beda dengan reporter televisi yang harus "good looking", "good picture", atau populer disebut "camera face" . Reporter radio harus bisa menemukan suara yang mengilustrasikan cerita, seperti rekaman wawancara, suara suasana live dari konferensi pers, efek suara (sound effect), dan sebagainya. Suara-suara itu akan menjadi pelengkap cerita. Tugas Anda sebagai reporter radio antara lain membuat pendengar merasakan suasana seperti yang Anda rasakan.
Poin lainnya adalah menjadikan radio sebagai "media instan" yang mampu menyampaikan berita kapan saja, di mana saja, dan dari sumber mana pun. Anda tinggal memerlukan sambungan telepon untuk wawancara narasumber di mana pun di berbagai belahan dunia. Itu artinya, laporan berita Anda per jam dapat di-update dengan banyak cara yang bagi reporter televisi dan media cetak lebih sulit melakukannya. Surat kabar harus menunggu hari berikutnya untuk update berita. Televisi harus menunggu gambar yang bagus untuk bisa ditayangkan. Reporter radio cukup dengan suara
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kami merumuskan beberapa masalah yaitu diantaranya:
Apa saja tips dan syarat menjadi reporter radio ?
Apa saja hal terbaik dan hal terburuk bagi reporter radio?
Bagaimana merancang dan mengeksekusi liputan berita radio?
Bagaimana dan berikan contoh naskah reporter radio ?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tips dan syarat menjadi reporter radio
Untuk mengetahui hal terbaik dan hal terburuk bagi reporter radio
Untuk mengetahui merancang dan mengeksekusi liputan berita radio
Untuk mengetahui contoh naskah reporter radio
BAB II
PEMBAHASAN
Tips Dan Syarat Menjadi Reporter Radio
Tips Menjadi Reporter Radio
Baca, baca dan baca
Seorang reporter wajib hukumnya membaca buku, agar luas wawasannya dan up to date berita-berita terkini. Jika kamu tidak suka membaca buku, minimal luangkan 10 menit setiap bangun tidur untuk membaca berita melalui smartphone.
2. Selalu Belajar Hal-Hal Baru
Seorang Reporter Harus Ingin Tahu Hal Baru. Tentu menjadi reporter harus giat belajar, supaya ilmunya semakin bertambah. Karena liputan sifatnya tidak bisa diprediksi. Contohnya, jika ada peliputan di DPR, maka harus belajar politik. Atau jika peliputan di KPK, kamu bisa belajar hukum.
3. Kemampuan Berkomunikasi
Walaupun kamu bukan dari anak Ilmu Komunikasi, tapi setidaknya kamu memliki kemampuan public speaking. Karena reporter setiap harinya bertemu dengan orang baru, yang memiliki karakter berbeda-beda. Misal membedakan berbicara antara Presiden dengan Petani.
4. Percaya Diri
Tentu ini hal utama, jika seorang reporter televisi melakukan live report. Reporter dituntut berani tampil di depan orang dan yakin atas informasi yang telah didapatkan dari kedua belah pihak narasumber, untuk segera disampaikan kepada masyarakat.
5. Tidak Manja
Ingin menjadi reporter, tapi masih memiliki sifat kekanak-kanakan. Tentu sifat itu harus segera dihilangkan, karena menjadi jurnalis kerjanya dinamis atau tidak menentu. Misalkan kamu harus live report di terik matahari, hujan-hujanan dan blusukan ke tempat terpencil pun harus siap. Menjadi seorang reporter itu tidak boleh setengah-setengah, harus totalitas dan memang mempunyai kemampuan di bidang tersebut.
Syarat menjadi reporter radio.
Anda perlu membangun keterampilan wawancara yang mumpuni. Selain menguasa teknik bertanya yang efektif, Anda juga harus mampu membuat narasumber nyaman. Jika narasumber Anda gugup (nervous) saat wawancara, maka kegrogian itu akan terdengar di suaranya.
Anda harus bisa merespon cepat dengan pertanyaan dan komentar setiap jawaban yang muncul, agar wawancara yang terekam terdengar layaknya percakapan alami, bukan terdengar kaku seperti wawancara. Anda juga harus mengajukan pertanyaan yang ringkas. You need keep your questions short!
Reporter radio juga harus menguasai peralatan, terutama alat perekam (recorder). Tak kalah pentingnya, Anda harus memiliki "strong script-writing skills", keterampilan menulis naskah-radio yang baik.
Suara reporter radio . Reporter radio mesti memiliki teknik pernapasan dan teknik vokal yang baik. Anda harus berlatih agar tidak mengeluarkan suara "Um" (Inggris), "Eee", "Eu...", "Anu apa itu..." alias latah dan gagap. Reporter radio mesti bicara jelas dan latihan membaca agar lancar dengan suara keras. Terpenting, Anda harus selalu memahami yang Anda katakan (suarakan).
Hal Terbaik Dan Hal Terburuk Bagi Reporter Radio
Hal Terbaik Bagi Reporter Radio.
Kesegeraan (immediacy) merupakan hal menyenangkan bagi reporter radio, yakni kecepatan menyampaikan berita kepada pendengar.
Radio juga membangun kedekatan dengan pendengar. Anda "ngobrol" dengan pendengar. Itulah yang membuat radio sebagai media yang sangat pribadi (very personal medium). Anda, reporter radio, membangun kedekatan dengan pendengar.
Hal Terburuk Bagi Reporter Radio
Hal buruknya, Anda tidak bisa menyampaikan berita secara detail dan panjang-lebar. Anda hanya bisa menyampaikan fakta terpenting secara global, ringkas, dan sekilas. Jika terlalu lama (panjang), berita Anda tidak akan efektif, mudah dilupakan pendengar.
Radio itu didengar sekali, dan hanya sekali, sebelum lenyap into outer space. Maka, Anda harus menyampaikan laporan dengan singkat, ringkas, dan biarkan detail berita (story depth) menjadi bagian media cetak atau media online. Dengan alasan ini, analisis isu aktual menjadi tidak mudah di radio.Fakta-fakta rumit dan angka-angka harus "disebar" di sela-sela berita, atau Anda akan kehilangan konsentrasi pendengar.
Merancang Dan Mengeksekusi Liputan Berita Radio
Liputan tidak lepas dari peran seorang Kordinator Liputan (Korlip) yang bertanggung jawab terhadap agenda setting liputan dan penugasan reporter. Peran seorang Produser juga sangat penting, karena dialah sebenarnya yang bertanggungjawab penuh terhadap jalannya run down atau urut-urutan konten atau isi siaran dan program. Selain tentunya peran seorang reporter yang melaporkan berita dari lapangan dan peran seorang anchor/penyiar yang mengantar laporan reporter dari lapangan.
Selain aturan main pedoman kerja atau bahasa kerenya standart operasional prosedur (SOP). Sukses tidaknya sebuah liputan dari planning (penugasan, mapping lokasi liputan, dll) sampai pada Action (cara reporter melaporkan, konten laporan, dll) tergantung juga dari kemampuan/kompetensi dari masing-masing personil di pos-pos yang terlibat (produser, korlip, reporter, anchor/penyiar).
Pernah mendengar seorang reporter di radio melaporkan sebuah kejadian/peristiwa di satu lokasi. Dia mengambarkan apa yang terjadi dilokasi itu dari gambaran atau pandangan mata yang terekam olehnya. Bahkan kadang kala kita dengar juga ditengah2 laporannya dia mewawancarai orang/masyarakat yang kebetulan berada dilokasi tersebut atau dia masukan rekaman kutipan komentar/statement dari narasumber yang berkaitan atau berkepentingan dengan kejadian/peristiwa yang sedang berlangsung, yang sudah diwawancarai sebelumnya di lokasi kejadian. Itulah Report On the Spot (ROS).
Secara singkat ROS dapat didefinisikan sebagai laporan langsung oleh reporter dari lokasi kejadian, berdurasi 1-2 menit, dan apabila peristiwanya berkembang dapat dilakukan ROS lanjutan. Inilah yang biasanya menjadi jenis liputan dan laporan paling dominan untuk radio. Berikut urutan bagaimana merencanakan liputan sampai pada eksekusi liputan dan presentasi laporan.
Planning Liputan.
Ada 3 (tiga) unsur utama agenda setting liputan yang harus diperhatikan oleh penanggungjawab masalah liputan (Korlip), yaitu :
Sumber liputan.
Seperti ; Fax/tlp, SMS, info reporter/tim redaksi lain, email, FB, twitter, isu yang sedang berkembang di masyarakat, peristiwa yang baru saja terjadi, update peristiwa yang sudah terjadi.
Hal paling utama yang harus diperhatikan penanggungjawab liputan dalam memilah agenda liputan adalah news value. Ada ukuran-ukuran tertentu yang harus dipenuhi agar suatu kejadian atau peristiwa dapat diberitakan. Ukuran ini disebut sebagai Kriteria Layak Berita (News Value), yaitu layak tidaknya suatu peristiwa untuk diberitakan. Biasanya peristiwa yang dianggap mempunyai nilai berita atau layak berita adalah yang mengandung satu atau beberapa unsur berikut ini:
Actual (kekinian) atau bisa juga disebut baru (Timeliness) : peristiwa yang diliput dan diberitakan baru saja terjadi atau mengandung kekinian. Jika peristiwa sudah lewat, maka dianggap basi.
Signikansi (penting) : Peristiwa penting yang dapat mempengaruhi kehidupan orang banyak, atau kejadian yang mempunyai akibat terhadap kehidupan masyarakat.
Magnitude (besar) : Peristiwa besar yang berpengaruh bagi kehidupan orang banyak,
Proximity (kedekatan) : Peristiwa yang terjadi dekat dengan pendengar. Biasanya, kedekatan ini bersifat geografis atau emosional.
Prominence (tenar) : Peristiwa yang menyangkut orang, benda atau tempat yang terkenal atau sangat dikenal oleh masyarakat.
Human Interest (manusiawi) : Peristiwa yang memberi sentuhan perasaan bagi pendengar.
Konflik : Peristiwa yang menghadirkan dua pihak yang saling berlawanan kepentingan.
Kontroversial : peristiwa yang biasanya bertentangan dengan norma-norma umum yang berlaku di masyarakat.
Unsual (tidak biasa) atau Aneh (Oddity) : Peristiwa yang tidak biasa terjadi.
Menyangkut kebijakan pemerintah (government action).
Kebenaran/validitas sumber liputan.
Hal yang juga penting harus diperhatikan oleh penanggungjawab liputan adalah kebenaran dari informasi yang diterima melalui berbagai jalur tersebut. Apalagi informasi yang diterima melalui email, Blackberry Messenger (BBM), twitter, bahkan SMS, karena seperti kita ketahui unsur hoax atau berita bohong melalui jalur tersebut sangat mungkin terjadi.
Kecuali informasi liputan lewat fax atau surat/undangan resmi liputan dari lembaga tertentu biasanya lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan, Karena selain nama instansi yang mengundang jelas, juga terdapat detail acaranya, tempat, waktu dan siapa person yang bertanggungjawab atas udangan tersebut.
Penugasan reporter.
Ada beberapa hal yang wajib diperhatikan dalam penugasan reporter dilapangan, yakni:
Waktu penugasan
Kedekatan lokasi
Kompetensi reporter
Target liputan
Target narasumber
Peralatan penunjang.
Liputan peristiwa besar memang lebih rumit, perlu konsentrasi dan kemampuan mumpuni dari seorang kordinator liputan dan produser, karena menyangkut masalah mapping atau pemetaan daerah liputan, sumberdaya yang harus dikerahkan, peralatan penunjang tambahan, dan kontinuitas laporan atau perkembangan informasi terbaru dari lapangan yang siap disampaikan secara terus menerus tanpa jeda atau dengan jeda yang tidak terlalu panjang, termasuk juga biaya yang diperlukan.
Liputan non peristiwa besar :
Waktu penugasan: Penangungjawab liputan wajib memperhatikan waktu/jam peristiwa yang akan diliput. Contoh : Jika peristiwa yang harus diliput antara pukul 06-10 pagi, maka penugasan liputan harus diberikan 1 (satu) hari atau sore atau malam hari sebelumnya. Untuk peristiwa yang waktu peliputannya di atas jam 10, maka penugasannya dapat diberikan pagi hari (3-2 jam sebelumnya) untuk memberikan waktu kepada reporter menuju ke tempat liputan tepat waktu.
Kedekatan lokasi : Penanggungjawab liputan wajib memperhatikan lokasi/domisili reporter yang akan ditugaskan dari factor kedekatan, kemudahan transfortasi, dan jarak dari satu lokasi liputan ke lokasi liputan lainnya.
Kompetensi reporter : Penanggungjawab liputan wajib memperhatikan kompetensi reporter untuk meliput satu bidang liputan tertentu. Reporter yang ditugaskan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap masalah yang akan diliputnya. Penanggungjawab liputan wajib memberikan briefing kepada reporter, apabila reporter yang ditugaskan bukan yang memiliki kompetensi terhadap bidang yang akan dia liput.
Target liputan : Penanggungjawab liputan wajib memberikan arahan kepada reporter mengenai focus dari masalah yang akan diangkat sebagai berita/laporan dari liputannya.
Target nara sumber : Penanggungjawab liputan wajib memberikan arahan kepada reporter mengenai narasumber yang akan diwawancara lebih lanjut secara khusus baik oleh reporter bersangkutan atau oleh penyiar.
Peralatan penunjang : Reporter wajib membawa peralatan lengkap berupa alat perekam, lap top, HP, kamera.
Liputan Peristiwa Besar .
Contoh liputan peristiwa besar adalah Ledakan bom yang berdampak besar, gempa besar, banjir dan longsor skala besar, unnjuk rasa skala besar, dll)
Fokus liputan : Sumber daya yang berdekatan, atau tidak jauh dari lokasi di fokuskan pada satu titik lokasi liputan dan lokasi yang terkait dengan peristiwa yang sedang terjadi.
Lokasi liputan : Penanggungjawab liputan sudah harus bisa memetakan titik-titik di suatu lokasi peristiwa yang harus diliput oleh reporter atau tim liputan, jumlah SDM yang dikerahkan, focus liputan/laporannya, rentang waktu penugasan, Reporter/SDM pengganti, alat penunjang yang diperlukan.
Kontinuitas : Penanggungjawab liputan harus dapat menjaga kontinuitas berita, baik perkembangan dari satu lokasi peristiwa atau lokasi yang berdekatan dan terkait dengan peristiwa yang sedang terjadi atau dari daerah yang berbeda namun masih terkait dengan peristiwa yang sedang menjadi focus liputan.
Action Liputan
Waktu dan prioritas laporan : Penanggungjawab liputan harus dapat mengatur waktu laporan bagi reporter dengan memperhatikan mana laporan yang harus didahulukan on air dan mana laporan yang bisa ditunda waktu on airnya. Note : Setiap reporter biasanya merasa bahwa berita yang akan dia laporan harus didahulukan. Pada saat meliput peristiwa yang sedang terjadi reporter wajib menyampaikan laporan awal secepat mungkin untuk memberikan gambaran awal situasi yang terjadi.
Durasi : Penanggungjawab liputan wajib mengarahkan reporter untuk memperhatikan durasi laporan baik dengan insert atau tanpa insert. Durasi laporan biasanya maksimal 3 menit diluar peristiwa besar dan bisa lebih dari tiga menit jika menyangkut peristiwa besar.
Presentasi laporan : Penanggungjawab liputan dan reporter harus memperhatikan unsur ABC dan 2S, yaitu Accuracy (akurat, tajam, dan terpercaya), Bravity (singkat dan padat), Clarity (jelas dan tidak bias), Sincerity (apa adanya), dan Simplicity (sederhana)
Penanggungjawab liputan dan reporter harus memperhatikan dasar 5W 1H dalam penyampaian laporan dengan mendahulukan What dan Who terlebih dahulu agar pendengar langsung mendapatkan informasi yang diinginkan dan menarik perhatian pendengar ketika mendengarkan awal laporan (ear catching).
WHAT : Apa inti dari sebuah berita atau peristiwa. Apakah berkaitan dengan masalah human interest, politik, ekonomi, hukum, bencana atau musibah lain yang menyangkut kepentingan publik.
WHO : Menyangkut siapa yang terkait dengan peristiwa dan berita dan siapa yang bisa dihubungi, bisa saja orang yang terlibat langsung dengan sebuah peristiwa (korban, saksi mata, atau petugas), pengamat, pakar atau pejabat pemerintah dan kalangan DPR.
WHY : Menyangkut latar belakang terjadinya sebuah peristiwa.
WHEN : Menyangkut kapan peristiwa tersebut terjadi.
WHERE : Menyangkut tempat atau lokasi peristiwa terjadi.
HOW : Menyangkut bagaimana sebuah peristiwa bisa terjadi. Dalam tugas meliput berita, bagi seorang reporter HOW juga bisa berarti bagaimana peliputan berita dilakukan dan bagaimana menyampaikannya.
Penanggungjawab liputan dan reporter harus memperhatikan prinsip dalam menyampaikan laporan pandangan mata :
Apa peristiwanya : Ledakan bom, banjir, longsor, gempa bumi, tsunami, kecelakaan kapal tenggelam, pesawat jatuh, atau tabrakan. Persidangan kasus-kasus yang menjadi perhatian masyarakat, unjuk rasa, tawuran, dll.
Bagaimana cara melaporkan : Dengan empati, tempo perlahan/normal, emosi gembira atau ketegangan.
Dimana peristiwa berlangsung : Gedung tertutup, tempat terbuka, tepi pantai, atau ditengah keramaian. Lokasi peristiwa berlangsung akan menentukan volume dan power suara yang harus dikeluarkan dan pemilihan tempat untuk pelaporan yang memungkinkan di sekitar lokasi.
Detail peristiwa : Bagaimana kejadiannya, korban, data, kondisi terkini, penanganan oleh petugas, dll.
Gunakan panca indra :
Penglihatan, yakni gambarkan apa yang dilihat.
Penciuman, yakni gambarkan apa yang tercium, seperti bau busuk, anyir, terbakar, dll.
Pendengaran, yakni gambarkan apa yang didengar, seperti letusan senjata, suara kaca yang dipecahkan, sirine pemadam dan petugas, dll.
Perasaan, yakni mengambarkan apa yang dirasakan saat itu, seperti ketegangan antara demonstran dengan petugas, ketegangan antara dua kelompok yang sedang bertikai, atau suasana pengepungan sarang teroris oleh densus 88, dll.
Memilih kata-kata yang tepat : Pergunakan kata kerja daripada kata sifat, singkat dan jelas, serta bahasa yang sederhana. Tidak menggunakan istilah asing yang mungkin saja tidak diketahui khlayak umum seperti penggunakan istilah yang berasal dari bahasa asing.
Perhatikan juga struktur laporan pandangan mata :
Horizontal, menggambarkan kondisi tempat melaporkan dari kanan ke kiri, atau dari kiri ke kanan atau juga dari depan ke belakang. Contohnya, kerumunan massa yang sedang berunjuk rasa.
Vertikal, menggambarkan sesuatu dari atas ke bawah dan dari kejauhan sampai yang ada di depannya. Contohnya, pemasangan spanduk raksasa di tugu Monas untuk memecahkan rekor MURI.
Zoom in, menggambarkan dari jauh ke dekat, atau zoom out menggambarkan dari dekat ke jauh. Contohnya, suasana penonton dalam sebuah pertandingan sepakbola.
Kualitas insert : Penanggung jawab liputan wajib melakukan pengecekan terhadap kualitas insert yang akan dijadikan bagian dari laporan reporter dengan memperhatikan kejernihan suara/rakaman, siapa yang bicara atau kutipan siapa, durasi, konten pernyataannya, dan kapan atau dibagian mana reporter akan memasukan insert tersebut.
Setelah semuanya dipastikan sudah memenuhi standart layak on air, barulah berita tersebut dapat di on air kan untuk konsumsi pendengar/masyarakat
Contoh Naskah Reporter Radio
Radio : Shawtuna FM
Penyiar : Firmanda Salim
Frekuaensi : 105,5 FM
Segmen : Olahraga
Assalamualaikum Wr.Wb
Selamat Siang Shawtuners / masih di Shawtuna 105,5 FM The Young Radio Favorite Station / dalam program Lensa Olahraga bersama saya Firman untuk 30 Menit kedepan // Berita olahraga kali ini datang dari Final Liga Basket Indonesia / dalam putaran Final ini mempertemukan Tim dari CLS Knight Surabaya melawan Tim dari Pelita Jaya Jakarta / yang bertanding di Britama Arena Jakarta // Final game pertama dimenangkan oleh Tim dari Pelita Jaya Jakarta yang membuat agregat sementara menjadi 1-0 dari CLS Knight Surabaya // Pada saat putaran final game kedua ini kedua tim memperebutkan kemenangan dengan sangat sengit / karena game ini juga bisa dibilang game penentuan untuk kemenangan dari Pelita Jaya Jakarta // Namun keadaan berbalik / dari game final putaran kedua ini / CLS Knight Surabaya memenangkan game ini dengan skor 59-54 dari Pelita Jaya / dan akhirnya membuat agregat nilai imbang 1-1 // Dan saat ini adalah game final putaran terakhir untuk menentukan siapakan pemenang dari Liga Basket Indonesia tahun ini // Shawtuners saat ini kita sudah terhubung dengan Arif di Britama Arena Jakarta //
Penyiar : Assalamualaikum Arif / bagaiman keadaan putaran game final terakhir IBL di Britama Arena Jakarta saat ini? //
Reporter : Waalaikumsalam Firman / keadaan disini sangat ramai sekali / banyak penonton yang memadati tribun untuk melihat secara langsung putaran penentuan pemenang IBL tahun ini //
Penyiar : Baik Arif / bisa jelaskan secara rinci pertandingan final saat ini untuk Shawtuners di rumah //
Reporter : Bisa sekali Firman / baik shawtuners / kali ini saya sudah berada tepat di tribun penonton paling depan / suasana disini sangat ramai sekali hingga terakan-teriakan / yel-yel untuk kedua tim ini terdengar bergemuruh shawtuners // Saat ini pertandingan sudah memasuki babak terakhir dengan keunggulan CLS Knight Surabaya 64-58 dari Pelita Jaya Jakarta // Bila dilihat disini shawtuners / Tim CLS Knight menguasai pertandingan dibabak terakhir ini / dan mungkin bisa dipastikan CLS Knight akan menjuarai IBL tahun ini //
Penyiar : Yap Arif / dengan keunggulan sementara dari Tim CLS Knight Surabaya / berapakah sisa waktu untuk babak terkahir ini? / dan apakah Tim Pelita Jaya masih berusaha menekan permainan dari CLS Knight Surabaya?//
Reporter : Sisa waktu disini tinggal 4Menit lagi Firman / dan pasti shawtuners mendengar meriahnya Stadion ini karena suporter dari CLS Knight dari tadi bersorak-sorak menanti kemenangan dari CLS Knight yang padahal masih ada sisa waktu 4 Menit lagi // Tapi sisa waktu masih cukup Firman untuk Tim Pelita Jaya menyusul point yang tertinggal / karena Tim Pelita Jaya tidak mengurangi tekanannya kepada Tim CLS Knight //
Penyiar : Sepertinya disana asik sekali ya Arif / oke shawtuners / pasti shawtuners tidak sabar kan siapa pemenang yang berhasil memperebutkan piala Liga Basket Indonesia saat ini // Dan bagaimana Arif sisa waktu dan skor sementara dari pertanfingan ini //
Reporter : Yap Firman dan shawtuners dirumah / kali ini waktu tinggal bebrapa detik lagi dengna keunggulan CLS Knight dengan skor 67-61 dari Pelita Jaya Jakarta / dan sudah bisa dipastikan shawtuners / CLS Knight menjuarai Liga Basket Indonesia untuk tahun ini // Dan coba dengar shawtuners terikan penonton memenuhi gedung ini / luar biasa sekali // Dan akhirnya shawtuner pertandingan final Liga Basket Indonesia 2016 in telah berakhir / luar biasa sekali gemuruh penonton di stadion ini // Dan selamat untuk Tim CLS Knight Surabaya yang telah memenangkan Liga ini / oke Firman kembali lagi ke anda di Radio //
Penyiar : Baiklah terima kasih Arif atas informasi pertandingan final Liga Basket Indonesia 2016 hari ini / dan selamat bertugas kembali //
Baiklah shawtuners itu tadi informasi mengenai pertandingan Final Liga Basket Indonesia 2016 / dan selamat untuk Tim CLS Knight Surabaya yang telah memenangkan pertandingan ini // Untuk Tim Pelita Jaya Jakarta jangan berkecil hati masih ada tahun depan // Dan juga bagi shawtuners yang mendukung Tim dari CLS Knight Surabaya selamat atas kemenangannya / dan rayakan dengan positif tentunya //
Sudah tidak terasa juga hampir 30 menit Firman dan kru yang bertugas memberikan informasi tentang dunia olahraga dalam Lensa Olahraga hari ini shawruners // Besok akan ada lagi informasi tentang dunia olahraga di program yang sama dan di jam yang sama tentunya dalam Shawtuna 105,5 FM The Young Radio Favorite Station // Cukup sekian kebersamaan kita / Firman dan segenap kru yang bertugas undur diri /dan mohon maaf jika ada salah-salah kata / selamat siang / wassalamualaikum Wr.Wb / Salam Olahraga //
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Reporter harus memiliki pola komunikasi yang ampuh sebelum meliput berita di lapangan atau melakukan wawancara agar narasumber sebagai informan. Memberikan informasi berupa data dan informasi atas kejadian yang sedang terjadi. Reporter memiliki syarat untuk menunjang itu semua dan menyampaikan berita yang factual dengan kejadian di tempat kejadian .
Saran
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih banyak memerlukan pembenahan. Oleh karena itu kami mengharap kepada segenap pembaca yang budiman untuk memberikan masukan baik berupa kritik maupun saran, baik secara lisan mapun secara tertulis. Kami akan dengan senang hati menerimanya. Harapan kami semoga makalah ini menjadi manfaat. Amin.
Makalah quasi experiment and single case
PAPER
EXPERIMENTS, QUASI-EXPERIMENTS AND SINGLE-CASE RESEARCH
To fulfill one of the tasks of the Educational Quantitative Research Course which is supported by
Dr. Badawi, M.Pd
In English Education Study Program
Arranged by:
Hendriansyah
Yunida Nindiya
Zerine Muslimah
HIGH SCHOOLS AND EDUCATIONAL SCIENCES
MUHAMADIYAH KOTABUMI-LAMPUNG
JANUARY 2019
FOREWORD
By praising and thankful to Allah SWT, who has bestowed His grace and grace upon us, so that we can finish the compilation of this paper with the title " Experiments, Quasi-Experiments And Single-Case Research".
The paper is structured in the hope of adding to our knowledge and insight.
We realize that in writing this paper is still a lot of short comings, therefore we are looking forward to constructive criticism and suggestions. And hopefully the completion of this paper can be useful for your friends.
Kotabumi, January 2019
Author
TABLE OF CONTENTS
FOREWORD ii
TABLE OF CONTENTS iii
CHAPTER I INTRODUCTION 1
1.1 BACKGROUND 1
1.2 Problem Formulation 2
1.3 Purpose Of Writing 2
CHAPTER II 3
DISCUSSION 3
2.1 Definition 3
2.2 A ‘True’ Experimental Design: The Pretest-Post-Test Control Group Design 4
2.3 A Quasi-Experimental Design: The Nonequivalent Control Group Design 4
2.4 Single Case And Meta-Analysis 5
CHAPTER I
INTRODUCTION
BACKGROUND
The essential feature of experimental research is that investigators deliberately control and manipulate the conditions which determine the events in which they are interested. At its simplest, an experiment involves making a change in the value of one variable called the independent variable and observing the effect of that change on another variable called the dependent variable.
Imagine that we have been transported to a laboratory to investigate the properties of a new wonder-fertilizer that farmers could use on their cereal crops, let us say wheat (Morrison, 1993:44–5). The scientist would take the bag of wheat seed and randomly split it into two equal parts. One part would be grown under normal existing conditions controlled and measured amounts of soil, warmth, water and light and no other factors. This would be called the control group. The other part would be grown under the same conditions the same controlled and measured amounts of soil, warmth, water and light as the control group, but, additionally, the new wonder-fertilizer. Then, four months later, the two groups are examined and their growth measured. The control group has grown half a metre and each ear of wheat is in place but the seeds are small. The experimental group, by contrast, has grown half a metre as well but has significantly more seeds on each ear, the seeds are larger, fuller and more robust. The scientist concludes that, because both groups came into contact with nothing other than measured amounts of soil, warmth, water and light, then it could not have been anything else but the new wonder-fertilizer that caused the experimental group to flourish so well. The key factors in the experiment were:
• the random allocation of the whole bag of wheat into two matched groups (the control and the experimental group), involving the initial measurement of the size of the wheat to ensure that it was the same for both groups (i.e. the pretest);
• the identification of key variables (soil, warmth, water, and light);
• the control of the key variables (the same amounts to each group);
• the exclusion of any other variables;
• the giving of the special treatment (the intervention) to the experimental group whilst holding every other variable constant for the two groups;
• the final measurement of yield and growth (the post-test);
• the comparison of one group with another;
• the stage of generalization—that this new wonder-fertilizer improves yield and growth under a given set of conditions.
Frequently in learning experiments in classroom settings the independent variable is a stimulus of some kind, a new method in arithmetical computation for example, and the dependent variable is a response, the time taken to do twenty problems using the new method. Most empirical studies in educational settings, however, are quasi-experimental rather than experimental. The single most important difference between the quasi-experiment and the true experiment is that in the former case, the researcher undertakes his study with groups that are intact, that is to say, the groups have been constituted by means other than random selection. We begin by identifying the essential features of pre-experimental, true experimental and quasi-experimental designs, our intention being to introduce the reader to the meaning and purpose of control in educational experimentation.
Problem Formulation
Based on the above background we formulate several problems that are:
What is experiment?
What is true experiment?
What is quasi experiment?
What are single case and meta-analysis?
Purpose Of Writing
To know definition and example experiment
To know true experiments
To know quasi experiments
To know single case and meta-analysis
CHAPTER II
DISCUSSION
Definition
Experiment is a set of actions and observations, carried out to check or blame the hypothesis or recognize a causal relationship between symptoms. An important feature of experimental research is that researchers intentionally control and manipulate conditions that determine the events in which they are interested. In the outline of research designs that follows we use symbols and conventions from Campbell and Stanley (1963):
1 χ represents the exposure of a group to an experimental variable or event, the effects of which are to be measured.
2 O refers to the process of observation or measurement.
3 χs and Os in a given row are applied to the same persons.
4 Left to right order indicates temporal sequence.
5 χs and Os vertical to one another are simultaneous.
6 R indicates random assignment to separate treatment groups.
7 Parallel rows unseparated by dashes represent comparison groups equated by randomization, while those separated by a dashed line represent groups not equated by random assignment.
A Pre-Experimental Design: The One Group Pretest-Post-Test
This design is useful for getting initial information about the questions in the study. On this design are pretest before being treated. Thus the results of the treatment can be known more accurately, because it can compare with the situation before being treated. In this model there is one experimental group then given a pretest to determine the initial state of the experimental group, then given treatment and given the posttest. This design can be described as follows:
O1 = the value of pretest (prior to treated the use of multimedia)
O2 = value posttest (After being treated the use of multimedia)
X = Variable use of multimedia instructional treatment.
A ‘True’ Experimental Design: The Pretest-Post-Test Control Group Design
Real experimental design is the design of the pretest-post-test control group in this design the researcher can control all external variables that influence the course of the experiment. Thus internal validity (the quality of the implementation of the research design) can be high. The main characteristic of true experimental is that, the sample used as an experiment or as a control group was taken randomly from a certain population. So the characteristic is the presence of a control group and randomly selected samples.
Pretest-Posttest Control Group Design.
In this design there are two groups randomly selected, then given a pretest to find out the initial state is there a difference between the experimental group and the control group.
A Quasi-Experimental Design: The Nonequivalent Control Group Design
Often in educational research, it is simply not possible for investigators to undertake true experiments. At best, they may be able to employ something approaching a true experimental design in which they have control over what Campbell and Stanley (1963) refer to as ‘the who and to whom of measurement’ but lack control over ‘the when and to whom of exposure’, or the randomization of exposures—essential if true experimentation is to take place. These situations are quasi-experimental and the methodologies employed by researchers are termed quasi-experimental designs. (Kerlinger (1970) refers to quasi-experimental situations as ‘compromise designs’, an apt description when applied to much educational research where the random selection or random assignment of schools and classrooms is quite impracticable.) One of the most commonly used quasi-experimental designs in educational research can be represented as:
E O1 X1 O2
-----------------
C O3 X2 O4
The dashed line separating the parallel rows in the diagram of the non-equivalent control group indicates that the experimental and control groups have not been equated by randomization hence the term ‘non-equivalent’. The addition of a control group makes the present design a decided improvement over the one group pretest-post-test design, for to the degree that experimenters can make E and C groups as equivalent as possible, they can avoid the equivocality of interpretations that plague the pre experimental design discussed earlier. The equivalence of groups can be strengthened by matching, followed by random assignment to E and C treatments. Where matching is not possible, the researcher is advised to use samples from the same population or samples that are as alike as possible (Kerlinger, 1970). Where intact groups differ substantially, however, matching is unsatisfactory due to regression effects which lead to different group means on post-test measures. Campbell and Stanley put it this way:
If [in the non-equivalent control group design] the means of the groups are substantially different, then the process of matching not only fails to provide the intended equation but in addition insures the occurrence of unwanted regression effects. It becomes predictably certain that the two groups will differ on their post-test scores altogether independently of any effects of , and that this difference will vary directly with the difference between the total populations from which the selection was made and inversely with the test-retest correlation.
Single Case And Meta-Analysis
Single-case research: ABAB design
Single-case research as an experimental methodology has extended to such diverse fields as clinical psychology, medicine, education, social work, psychiatry, and counselling. Most of the single-case studies carried out in these (and other) areas share the following characteristics:
• they involve the continuous assessment of some aspect of human behaviour over a period of time, requiring on the part of the researcher the administration of measures on multiple occasions within separate phases of a study.
• they involve ‘intervention effects’ which are replicated in the same subject(s) over time.
The characteristics of single-case research studies are discussed by Kazdin (1982) in terms of ABAB designs, the basic experimental format in most single-case researches. ABAB designs, Kazdin observes, consist of a family of procedures in which observations of performance are made over time for a given client or group of clients. Over the course of the investigation, changes are made in the experimental conditions to which the client is exposed.
An example of the application of the ABAB design in an educational setting is provided by Dietz (1977)5 whose single-case study sought to measure the effect that a teacher could have upon the disruptive behaviour of an adolescent boy whose persistent talking disturbed his fellow classmates in a special education class.
Meta-Analysis In Educational Research
The study by Bhadwal and Panda (1991) is typical of research undertaken to explore the effectiveness of classroom methods. Often as not, such studies fail to reach the light of day, particularly when they form part of the research requirements for a higher degree. Meta-analysis is, simply, the analysis of other analyses. It involves aggregating the results of other studies into a coherent account.
The term ‘meta-analysis’ originated in 1976 (Glass, 1976) and early forms of meta-analysis used calculations of combined probabilities and frequencies with which results fell into defined categories (e.g. statistically significant at given levels), though problems of different sample sizes confounded rigour (e.g. large samples would yield significance in trivial effects, whilst important data from small samples would not be discovered because they failed to reach statistical significance) (Light and Smith, 1971; Glass et al., 1981; McGaw, 1997:371). Glass (1976) and Glass et al. (1981) suggested three levels of analysis: (a) primary analysis of the data; (b) secondary analysis, a re-analysis using different statistics; (c) meta-analysis analysing results of several studies statistically in order to integrate the findings. Glass et al. (1981) and Hunter et al. (1982) suggest several stages in the procedure:
Step 1 Identify the variables for focus (independent and dependent).
Step 2 Identify all the studies which feature the variables in which the researcher is interested.
Step 3 Code each study for those characteristics that might be predictors of outcomes and effect sizes. (e.g. age of participants, gender, ethnicity, duration of the intervention).
Step 4 Estimate the effect sizes through calculation for each pair of variables (dependent and independent variable) (see Glass, 1977), weighting the effect size by the sample size.
Step 5 Calculate the mean and the standard deviation of effect sizes across the studies, i.e. the variance across the studies.
Step 6 Determine the effects of sampling errors, measurement errors and range of restriction.
Step 7 If a large proportion of the variance is attributable to the issues in Step 6, then the average effect size can be considered an accurate estimate of relationships between variables.
Step 8 If a large proportion of the variance is not attributable to the issues in Step 6, then review those characteristics of interest which correlate with the study effects.
Wood (1995:393) suggests that effect-size can be calculated by dividing the significance level by the sample size. Glass et al. (1981:29, 102) calculate the effect size as:
Further, Wood (1995:296) suggests that metaanalysis oversimplifies results by concentrating on overall effects to the neglect of the interaction of intervening variables. To the charge that, because meta-analyses are frequently conducted on large data sets where multiple results derive from the same study (i.e. that the data are non-independent) and are therefore unreliable, Glass et al. (1981) indicate how this can be addressed by using sophisticated data analysis techniques (pp. 153–216). Finally, a practical concern is the time required not only to use the easily discoverable studies (typically large-scale published studies) but to include the smaller-scale unpublished studies; the effect of neglecting the latter might be to build in bias in the meta-analysis.
EXPERIMENTS, QUASI-EXPERIMENTS AND SINGLE-CASE RESEARCH
To fulfill one of the tasks of the Educational Quantitative Research Course which is supported by
Dr. Badawi, M.Pd
In English Education Study Program
Arranged by:
Hendriansyah
Yunida Nindiya
Zerine Muslimah
HIGH SCHOOLS AND EDUCATIONAL SCIENCES
MUHAMADIYAH KOTABUMI-LAMPUNG
JANUARY 2019
FOREWORD
By praising and thankful to Allah SWT, who has bestowed His grace and grace upon us, so that we can finish the compilation of this paper with the title " Experiments, Quasi-Experiments And Single-Case Research".
The paper is structured in the hope of adding to our knowledge and insight.
We realize that in writing this paper is still a lot of short comings, therefore we are looking forward to constructive criticism and suggestions. And hopefully the completion of this paper can be useful for your friends.
Kotabumi, January 2019
Author
TABLE OF CONTENTS
FOREWORD ii
TABLE OF CONTENTS iii
CHAPTER I INTRODUCTION 1
1.1 BACKGROUND 1
1.2 Problem Formulation 2
1.3 Purpose Of Writing 2
CHAPTER II 3
DISCUSSION 3
2.1 Definition 3
2.2 A ‘True’ Experimental Design: The Pretest-Post-Test Control Group Design 4
2.3 A Quasi-Experimental Design: The Nonequivalent Control Group Design 4
2.4 Single Case And Meta-Analysis 5
CHAPTER I
INTRODUCTION
BACKGROUND
The essential feature of experimental research is that investigators deliberately control and manipulate the conditions which determine the events in which they are interested. At its simplest, an experiment involves making a change in the value of one variable called the independent variable and observing the effect of that change on another variable called the dependent variable.
Imagine that we have been transported to a laboratory to investigate the properties of a new wonder-fertilizer that farmers could use on their cereal crops, let us say wheat (Morrison, 1993:44–5). The scientist would take the bag of wheat seed and randomly split it into two equal parts. One part would be grown under normal existing conditions controlled and measured amounts of soil, warmth, water and light and no other factors. This would be called the control group. The other part would be grown under the same conditions the same controlled and measured amounts of soil, warmth, water and light as the control group, but, additionally, the new wonder-fertilizer. Then, four months later, the two groups are examined and their growth measured. The control group has grown half a metre and each ear of wheat is in place but the seeds are small. The experimental group, by contrast, has grown half a metre as well but has significantly more seeds on each ear, the seeds are larger, fuller and more robust. The scientist concludes that, because both groups came into contact with nothing other than measured amounts of soil, warmth, water and light, then it could not have been anything else but the new wonder-fertilizer that caused the experimental group to flourish so well. The key factors in the experiment were:
• the random allocation of the whole bag of wheat into two matched groups (the control and the experimental group), involving the initial measurement of the size of the wheat to ensure that it was the same for both groups (i.e. the pretest);
• the identification of key variables (soil, warmth, water, and light);
• the control of the key variables (the same amounts to each group);
• the exclusion of any other variables;
• the giving of the special treatment (the intervention) to the experimental group whilst holding every other variable constant for the two groups;
• the final measurement of yield and growth (the post-test);
• the comparison of one group with another;
• the stage of generalization—that this new wonder-fertilizer improves yield and growth under a given set of conditions.
Frequently in learning experiments in classroom settings the independent variable is a stimulus of some kind, a new method in arithmetical computation for example, and the dependent variable is a response, the time taken to do twenty problems using the new method. Most empirical studies in educational settings, however, are quasi-experimental rather than experimental. The single most important difference between the quasi-experiment and the true experiment is that in the former case, the researcher undertakes his study with groups that are intact, that is to say, the groups have been constituted by means other than random selection. We begin by identifying the essential features of pre-experimental, true experimental and quasi-experimental designs, our intention being to introduce the reader to the meaning and purpose of control in educational experimentation.
Problem Formulation
Based on the above background we formulate several problems that are:
What is experiment?
What is true experiment?
What is quasi experiment?
What are single case and meta-analysis?
Purpose Of Writing
To know definition and example experiment
To know true experiments
To know quasi experiments
To know single case and meta-analysis
CHAPTER II
DISCUSSION
Definition
Experiment is a set of actions and observations, carried out to check or blame the hypothesis or recognize a causal relationship between symptoms. An important feature of experimental research is that researchers intentionally control and manipulate conditions that determine the events in which they are interested. In the outline of research designs that follows we use symbols and conventions from Campbell and Stanley (1963):
1 χ represents the exposure of a group to an experimental variable or event, the effects of which are to be measured.
2 O refers to the process of observation or measurement.
3 χs and Os in a given row are applied to the same persons.
4 Left to right order indicates temporal sequence.
5 χs and Os vertical to one another are simultaneous.
6 R indicates random assignment to separate treatment groups.
7 Parallel rows unseparated by dashes represent comparison groups equated by randomization, while those separated by a dashed line represent groups not equated by random assignment.
A Pre-Experimental Design: The One Group Pretest-Post-Test
This design is useful for getting initial information about the questions in the study. On this design are pretest before being treated. Thus the results of the treatment can be known more accurately, because it can compare with the situation before being treated. In this model there is one experimental group then given a pretest to determine the initial state of the experimental group, then given treatment and given the posttest. This design can be described as follows:
O1 = the value of pretest (prior to treated the use of multimedia)
O2 = value posttest (After being treated the use of multimedia)
X = Variable use of multimedia instructional treatment.
A ‘True’ Experimental Design: The Pretest-Post-Test Control Group Design
Real experimental design is the design of the pretest-post-test control group in this design the researcher can control all external variables that influence the course of the experiment. Thus internal validity (the quality of the implementation of the research design) can be high. The main characteristic of true experimental is that, the sample used as an experiment or as a control group was taken randomly from a certain population. So the characteristic is the presence of a control group and randomly selected samples.
Pretest-Posttest Control Group Design.
In this design there are two groups randomly selected, then given a pretest to find out the initial state is there a difference between the experimental group and the control group.
A Quasi-Experimental Design: The Nonequivalent Control Group Design
Often in educational research, it is simply not possible for investigators to undertake true experiments. At best, they may be able to employ something approaching a true experimental design in which they have control over what Campbell and Stanley (1963) refer to as ‘the who and to whom of measurement’ but lack control over ‘the when and to whom of exposure’, or the randomization of exposures—essential if true experimentation is to take place. These situations are quasi-experimental and the methodologies employed by researchers are termed quasi-experimental designs. (Kerlinger (1970) refers to quasi-experimental situations as ‘compromise designs’, an apt description when applied to much educational research where the random selection or random assignment of schools and classrooms is quite impracticable.) One of the most commonly used quasi-experimental designs in educational research can be represented as:
E O1 X1 O2
-----------------
C O3 X2 O4
The dashed line separating the parallel rows in the diagram of the non-equivalent control group indicates that the experimental and control groups have not been equated by randomization hence the term ‘non-equivalent’. The addition of a control group makes the present design a decided improvement over the one group pretest-post-test design, for to the degree that experimenters can make E and C groups as equivalent as possible, they can avoid the equivocality of interpretations that plague the pre experimental design discussed earlier. The equivalence of groups can be strengthened by matching, followed by random assignment to E and C treatments. Where matching is not possible, the researcher is advised to use samples from the same population or samples that are as alike as possible (Kerlinger, 1970). Where intact groups differ substantially, however, matching is unsatisfactory due to regression effects which lead to different group means on post-test measures. Campbell and Stanley put it this way:
If [in the non-equivalent control group design] the means of the groups are substantially different, then the process of matching not only fails to provide the intended equation but in addition insures the occurrence of unwanted regression effects. It becomes predictably certain that the two groups will differ on their post-test scores altogether independently of any effects of , and that this difference will vary directly with the difference between the total populations from which the selection was made and inversely with the test-retest correlation.
Single Case And Meta-Analysis
Single-case research: ABAB design
Single-case research as an experimental methodology has extended to such diverse fields as clinical psychology, medicine, education, social work, psychiatry, and counselling. Most of the single-case studies carried out in these (and other) areas share the following characteristics:
• they involve the continuous assessment of some aspect of human behaviour over a period of time, requiring on the part of the researcher the administration of measures on multiple occasions within separate phases of a study.
• they involve ‘intervention effects’ which are replicated in the same subject(s) over time.
The characteristics of single-case research studies are discussed by Kazdin (1982) in terms of ABAB designs, the basic experimental format in most single-case researches. ABAB designs, Kazdin observes, consist of a family of procedures in which observations of performance are made over time for a given client or group of clients. Over the course of the investigation, changes are made in the experimental conditions to which the client is exposed.
An example of the application of the ABAB design in an educational setting is provided by Dietz (1977)5 whose single-case study sought to measure the effect that a teacher could have upon the disruptive behaviour of an adolescent boy whose persistent talking disturbed his fellow classmates in a special education class.
Meta-Analysis In Educational Research
The study by Bhadwal and Panda (1991) is typical of research undertaken to explore the effectiveness of classroom methods. Often as not, such studies fail to reach the light of day, particularly when they form part of the research requirements for a higher degree. Meta-analysis is, simply, the analysis of other analyses. It involves aggregating the results of other studies into a coherent account.
The term ‘meta-analysis’ originated in 1976 (Glass, 1976) and early forms of meta-analysis used calculations of combined probabilities and frequencies with which results fell into defined categories (e.g. statistically significant at given levels), though problems of different sample sizes confounded rigour (e.g. large samples would yield significance in trivial effects, whilst important data from small samples would not be discovered because they failed to reach statistical significance) (Light and Smith, 1971; Glass et al., 1981; McGaw, 1997:371). Glass (1976) and Glass et al. (1981) suggested three levels of analysis: (a) primary analysis of the data; (b) secondary analysis, a re-analysis using different statistics; (c) meta-analysis analysing results of several studies statistically in order to integrate the findings. Glass et al. (1981) and Hunter et al. (1982) suggest several stages in the procedure:
Step 1 Identify the variables for focus (independent and dependent).
Step 2 Identify all the studies which feature the variables in which the researcher is interested.
Step 3 Code each study for those characteristics that might be predictors of outcomes and effect sizes. (e.g. age of participants, gender, ethnicity, duration of the intervention).
Step 4 Estimate the effect sizes through calculation for each pair of variables (dependent and independent variable) (see Glass, 1977), weighting the effect size by the sample size.
Step 5 Calculate the mean and the standard deviation of effect sizes across the studies, i.e. the variance across the studies.
Step 6 Determine the effects of sampling errors, measurement errors and range of restriction.
Step 7 If a large proportion of the variance is attributable to the issues in Step 6, then the average effect size can be considered an accurate estimate of relationships between variables.
Step 8 If a large proportion of the variance is not attributable to the issues in Step 6, then review those characteristics of interest which correlate with the study effects.
Wood (1995:393) suggests that effect-size can be calculated by dividing the significance level by the sample size. Glass et al. (1981:29, 102) calculate the effect size as:
Further, Wood (1995:296) suggests that metaanalysis oversimplifies results by concentrating on overall effects to the neglect of the interaction of intervening variables. To the charge that, because meta-analyses are frequently conducted on large data sets where multiple results derive from the same study (i.e. that the data are non-independent) and are therefore unreliable, Glass et al. (1981) indicate how this can be addressed by using sophisticated data analysis techniques (pp. 153–216). Finally, a practical concern is the time required not only to use the easily discoverable studies (typically large-scale published studies) but to include the smaller-scale unpublished studies; the effect of neglecting the latter might be to build in bias in the meta-analysis.
Subscribe to:
Posts (Atom)